PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh
para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan
baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan
yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas
karena kurangnya pemahaman yang tepat.Dalam dunia kesusastraan selalu identik
dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat
karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang
yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah
dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put)
dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi
sesuatu yang estetik.
Karya sastra
saat ini sangat banyak dinikmati masyarakat Indonesia dari dulu hingga
sekarang. Karya sastra prosa fiksi dibagi menjadi 3 yaitu roman, novel, dan
cerpen. Namun, pada makalah ini yang kami bahas adalah roman. Roman adalah bentuk prosa baru
berupa cerita fiksi yang masuk golongan cerita panjang dan isinya menceritakan kehidupan seseorang atau
beberapa orang yang dihubungkan dengan sifat atau jiwa mereka dalam menghadapi lingkungan
hidupnya. Roman merupakan suatu
jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik panjang. Kami menganalisis
roman yang berjudul Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis. Kami menganalisis
roman tersebut dari segi unsur intrinsik, ekstrinsik, aliran kepengarangan
serta sinopsis dari roman tersebut. pertemuan Jodoh karya
Abdoel Moeis ini termasuk dalam roman bertendensi dan terbit pertama kali tahun
1932. Pada saat itu percintaan antara seorang keturunan bangsawan dan seseorang
dari keturunan biasa dapat dianggap aneh dan bahkan tabu.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang
membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara
menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra,
pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan
dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang
kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra
tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah
unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur,
setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar
tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sinopsis dari roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis?
2. Apa
saja unsur instrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
3. Apa
saja unsur ekstrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
4. Bagaimana
kepengarangan roman pertemuan jodoh?
5. Aliran
kepengarangan apa yang digunakan Abdoel Moeis cerita pada roman pertemuan
jodoh?
1.3
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari analisis roman ini adalah untuk
memberikan pengetahuan tentang ringkasan cerita atau sinopsis roman pertemuan
jodoh, mengetahui dan memahami unsur intrinsik, unsur ekstrinsik serta
kepengarangan roman pertemuan jodoh.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara
teoretis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis yaitu Penelitian
ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
mengenai teori analisis roman dalam sebuah karya prosa fiksi. Analisis ini juga
diharapkan mampu memberi sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam
mengungkap roman Pertemuan Jodoh karangan
Abdoel Moeis.
2. Manfaat Praktis yaitu secara praktis
analisis roman ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi
cerita dalam roman pertemuan jodoh terutama
kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas
disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian
Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita
tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah
pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan
prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran
lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah,
dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan
pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa
yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa
yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan
bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku
tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin
suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula
dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak
benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi
atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita,
sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a
story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita
rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun
dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative
prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga
kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan
kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam
dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran
yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan
Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan
ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu
menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur
intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah
totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan
merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur
intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan
sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh
karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan
tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan
unsur intrinsik karya fiksi. Unsur intrinsik karya sastra, antara lain :
·
Amanat adalah pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan,
pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan,
kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
·
Plot/Alur adalah jalan cerita/rangkaian
peristiwa dari awal sampai akhir. Tahap-tahap alur, antara lain :
1.
Tahap perkenalan/Eksposisi adalah tahap permulaan suatu cerita yang
dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan
para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, penggambaran tempat)
2. Tahap
pertentangan /Konflik adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antara
pelaku-pelaku (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya). Konflik ada dua
yaitu :
a) konflik internal adalah konflik yang
terjadi dalam diri tokoh.
b) konflik eksternal adalah konflik yang terjadi
di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik tokoh dengan
lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh denganTuhan dll).
3. Tahap penanjakan konflik/Komplikasi adalah
tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit
(nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar).
4.
Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan
nasip pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang dugaan itu tidak
terbukti pada akhir cerita).
5. Tahap penyelesaian adalah tahap
akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang
dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang
penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung,
tanpa ada penyelesaian.
·
Macam-Macam Alur
1. Alur maju adalah peristiwa
–peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa datang.
2.
Alur mundur/Sorot balik/Flash baca adalah peristiwa-peristiwa yang
menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa kini, baru menceritakan
peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh.
3.
Alur gabungan/Campuran adalah peristiwa-peristiwa pokok diutarakan.
Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang
peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami
oleh tokoh utama) lagi..
·
Latar/Setting
Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi
pelaku dalam sebuah cerita. Macam-macam latar yaitu :
1) Latar tempat adalah latar dimana
pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll).
2) Latar waktu adalah kapan cerita itu
terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll).
3) Latar suasana adalah dalam keadaan
dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll.
·
Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan
bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya.
Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan.
Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang
terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan.
1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata
lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang
mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada
hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk
menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu
humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema.
Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang
banyak dibicarakan.
·
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal
penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan
memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku
cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud
manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur
cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca.
Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga
kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca. Ada tiga cara untuk melukiskan
watak tokoh yaitu :
a) Analitik adalah pengarang langsung
menceritakan watak tokoh.
b) Dramatik adalah pengarang
melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung. Bisa melalui tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog
antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap
tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
c) Campuran adalah gabungan analitik
dan dramatik. Pelaku dalam cerita dapat berupa manusia , binatang, atau
benda-benda mati yang diinsankan. Selain itu, pelaku atau tokoh dibagi menjadi
beberapa peran antara lain :
§ Pelaku utama adalah pelaku yang
memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan
kejadian.
§ Pelaku pembantu adalah pelaku yang berfungsi
membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pahlawan mungkin juga
sebagai penentang pelaku utama.
§ Pelaku protagonist adalah pelaku
yang memegang watak tertentu yang membawa ide kebenaran.(jujur,setia,baik hati
dll).
§ Pelaku antagonis adalah pelaku yang
berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll).
§ Pelaku tritagonis adalah pelaku yang
dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan
tokoh penengah
·
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi
pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of
view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248).
Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang
penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus
menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang
menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja,
akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di
bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan
sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh
cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah
seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan
kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan
dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang,
narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh
”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan
”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat
terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah
seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena
ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si
”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan
tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut
pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya
bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut
pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku”
mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat
campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut
pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat,
persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan,
bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku”
dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
2.3 Unsur Ekstrinsik Karya Sastra
unsur-unsur yang berada di luar novel. tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi system organisme karya sastra. Secara lebih spesifik,
unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bisa dibilang sebagai unsur yang membangun
sebuah karya sastra. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik karya sastra tetap harus diperhatikan sebagai
sesuatu yang penting. Beberapa unsur ekstrinsik novel di antaranya :
- Sejarah pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita
yang
dibuatnya. - Situasi dan Kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil
karya. - Nilai-nilai dalam cerita
Dalam
sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
- Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
- Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian, kepercayaan, upacara adat).
- Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan norma-norma
dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong,
dan tenggang rasa). - Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan
dengan seni, keindahan
dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
2.4 Aliran Atau Isi Prosa Fiksi
Sastra fiksi
baik itu roman, novel maupun cerita pendek pada umumnya merupakan gambaran pengalaman
ahir dan bathin si pengarang (Sutresna, 2006: 42). Setiap orang termasuk
pengarang sebagai anggota masyarakat masing-masing mempunyai pengalaman hidup
yang berbeda-beda baik itu pengalaman lahir maupun bathinnya. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan kalu masing-masing pengarang mempunyai kegemaran,
keinginan, perasaan, dan pemikiran yang berbeda-beda pula. Sehubungan dengan
hal itu, perlu disadari bahwa pengarang adalah subyek yang memiliki eksistensi
tersendiri, baik pada hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal.
Tiap-tiap keberadaan individu pengarang yang berbeda inilah menyebabkan wujud
dan isi karya sastranya akan menjadi berbeda.
Menurut Sutresna dalam bukunya prosa
fiksi, aliran-Aliran dalam karya sastra antara lain:
§ Aliran realisme ialah aliran yang ingin
mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus
obyektif karena pengaranag melukiskan dunia kenyataan. Segala-galanya
digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan
antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya, tak boleh disertakannya.
Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia
hanya penonton yang obyektif.
§ Aliran naturalisme ingin melukiskan
keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena
ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan
masyarakat, pengarang naturalis tidak segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia
Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.
Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak
ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
§ Determinisme ialah cabang aliran naturalisme,
bias diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan
masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran
karena akibat peperangan, dan sebagainya. Yang menjadi soal dalam
karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah,
menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia
harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok.
Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara
pengarang melukiskan juga naturalistic.
§ Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan atas
sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.Pengarang
takkan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya
seperti dalam aliran realisme atau naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas
penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah
lukisan beraliran impresionisme.
§ Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan
aliran realisme. Pengarang romantis mengawan kea lam khayal, lukisannya indah membawa
pembaca kea lam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua
dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang
berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan
suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya.
Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk.
§ Aliran mistisme adalah dalam aliran ini terasa
ciptaan yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari dan mendekatkan
dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang
didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib. Contohnya dapat
dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri (pujangga lama), Amir Hamzah
(Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
§ Aliran realitasnya bercampur angan-angan, mala
angan-angan amat mempengaruhi bentuk lukisan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa,
pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik, suara, musik,
pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka di dalam tulisan, hal-hal seperti
itu harus dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak
melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru untuk menyatakan
keseluruhan itu sekaligus.
§ Aliran surrealisme ialah aliran yang mengemukakan
realitasnya (kenyataan) bercampur angan-angan. Angan-angan seorang pembuat
karya sastra akan mempengaruhi bentuk dan arti karya sastra yang dibuatnya
karena didalamnya terdapat pernyataan jiwa.
§ Aliran melankolis merupakan aliran karya sastra
dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis,
sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India,
cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk
melankholisme.
§ Aliran Ironisme merupakan aliran yang mementingkan
nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa
juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau
perilaku tokoh tertentu.
§ Aliran ekspresionisme adalah aliran dalam karya seni,
yang mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingkan
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata . Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ringkasan Roman Pertemuan Jodoh
Ketika
perjalanan menuju Bandung dengan menggunakan kereta api. Secara tidak sengaja,
seorang pemuda mempersilahkan tempat duduknya kepada Ratna karena tempat duduk
yang lain telah penuh. Pemuda itu bernama Suparta, seorang pelajar dari STOVIA
Jakarta. Ratna sendiri kini bersekolah di Frobelkweeschool. Mereka pun
berkenalan satu sama lain. Ternyata, perkenalan itu membuat mereka saling
menanam benih- benih cinta diantara masing-masing.
Liburan
tiba, Suparta mengajak Ratna untuk pergi mengunjungi rumahnya di Sumedang. Ternyata,
Suparta ingin memperkenalkan Ratna pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, Nyai
Raden Tedja Ningrum tidak begitu bersahabat terhadap Ratna setelah tahu bahwa
Ratna berasal dari keturunan orang biasa dan bukan seorang bangsawan. Selama
disana, Ratna selalu disinggung oleh Ibu Suparta tentang calon istri Suparta
yaitu Nyai Raden Siti Halimah yang tidak lain ialah teman sekelasnya di
Frobelkweeschool. Mendengar hal itu Ratna merasa sakit hati
Sejak
saat itu, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk
melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus
sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut. Ia
pun berusaha untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, ia diterima menjadi pramusaji
di sebuah toko. Disamping gajinya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga
ia pergunakan untuk membiayai sekolah adiknya. Malang bagi Ratna, belum lama
bekerja di toko tersebut. Ia pun harus di PHK, begitupun dengan para pekerja
yang lain. Toko itu harus ditutup atas perintah pengadilansebab ada sesuatu
yang belum terpenuhi.
Namun,
Ratna tidak putus asa. Ia mencoba untuk tetap tabah dan mencari pekerjaan yang
lain. Pernah, ia melamar pekerjaan ke kantor advokat, namun tidak berhasil
dikarenakan pimpinan advokatnya itu selalu menggodanya. Tanpa disengaja, Ratna
lewat di depan rumah mewah milik Nyonya dan Tuan Kornel. Ia pun mencoba melamar
pekerjaan dan akhirnya ia diterima sebagai ibu rumahtangga
Nasib
malang harus diterima Ratna lagi, salah seorang pembantu lain, Jene memfitnah
bahwa Ratna telah mencuri perhiasan milik Nyonya Kornel. Ratna pun dilaporkan
ke Polisi oleh Nyonya Kornel, sehingga ia ditangkap. Ratna yang merasa tidak
melakukannya, bergegas melarikan diri ketika polisi yang menjaganya tertidur
lelap. Ia melarikan diri dengan cara terjun ke Sungai Kwitang. Untung saja,
nyawanya berhasil diselamatkan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Beruntung
bagi Ratna, sebab tepat waktu itu ia dirawat oleh kekasihnya sendiri, Suparta.
Kini, Suparta telah berprofesi menjadi dokter tetap di rumah sakit itu. Betapa
gembiranya Suparta bertemu dengan Ratna di rumah sakit. Sebab sampai saat ini,
dia sudah mencari Ratna kemana- mana namun tidak berhasil. Kini, Ibu Suparta
sudah menerima keadaan Ratna apa adanya. Sayang, Ratna sendiri hilang bagai
ditelan bumi. Beberapa tempat telah dicari oleh Suparta. Bahkan dia pergi ke
Tagogapu, rumah orang tua Ratna tapi Ratna tidak ada di sana. Kemudian, Suparta
pergi ke Kebon Sirih atas saran orang tua Ratna yang memberitakan kalau Ratna
tinggal disana. Ternyata, kedatangan Suparta telah terlambat sebab saat itu
Ratna dan adiknya sudah berangkat ke Jakarta. Suparta pun sampai putus asa
mencari kesana- sini. Beruntung baginya, tiba- tiba saja ia bertemu Ratna yang
sedang terluka di rumah sakit
Ratna
menceritakan semua kejadian yang terjadi, sehingga ia bisa sampai di rumah
sakit. Dokter Suparta pun berusaha keras menolong kekasihnya itu. Dia mencari
seorang pengacara guna menemani Ratna di pengadilan atas tuduhan pencurian perhiasaan
milik Nyonya Kornel. Setelah diadili, ternyata Ratna tidak bersalah melainkan
Amat yang mencuri perhiasan itu. Amat adalah kekasih Jene. Jene tidak dihukum
melainkan Amat yang dihukum. Pengadilan itu juga telah mempertemukan Ratna
dengan adiknya, Sudarma. Kini Sudarma menjadi schatter pegadaian di Purwakarta
yang saat itu bertindak sebagai saksi mata atas kejadian itu. Oleh Suparta dan
adiknya, Ratna disuruh beristirahat di paviliun yang bernama Bidara Cina. Hanya
Suparta dan Sudarma yang diperkenankan memeriksa kesehatan Ratna.
Setelah
Ratna sehat, Dokter Suparta melamar Ratna. Akhirnya, mereka pun menikah namun
pestanya dilaksanakan di rumah Sudarma. Setelah menikah, mereka berdua kembali
ke Tagogapu untuk tinggal di rumah tuan atmaja. Rumah itu dibangun atas bantuan
Suparta sebagai hadiah perkawinan mereka.
B.
Unsur
Intrinsik
1. Tema
Tema dari roman
Pertemuan Jodoh adalah kisah percintaan antara bangsawan dan orang pribumi.
Roman ini mengisahkan tentang hubungan antara Suparta dengan Ratna yang awalnya
tidak disetujui oleh Ibu Suparta. Ketidaksetujuan tersebut disebabkan oleh
perbedaan keturunan (perbedaan derajat). Namun pada akhirnya Ibunda Suparta
menyetujui hubungan mereka berdua.
2. Alur (Plot)
Roman Pertemuan
Jodoh menggunakan alur maju. Cerita dimulai dari pengenalan
tokoh, timbulnya masalah, puncak konflik, dan diakhiri dengan penyelesaian.
-
Pengenalan tokoh
Suparta
adalah anak seorang bangsawan. Dia kuliah di Top Opleiding Voor Indische Artsn, nama sekolah Dokter sebelum
dijadikan sekolah tinggi di zaman Hindia Belanda.
Ratna
adalah gadis pribumi yang menjalin hubungan dengan Suparta. Ratna kuliah di
Sekolah Rakyat. Ratna dan Suparta pertama kali bertemu di kereta dari Jakarta
hendak ke Bandung. Mulai dari situlah hubungan mereka terjalin.
-
Timbulnya masalah
Setelah
Ratna dipertemukan dengan Ibu Suparta yang bernama Nyai Raden Teja Ninrum, Teja
Ningrum tidak merestui hubungan mereka berdua karena Ratna bukan keturunan
orang Bangsawan.
-
Puncak Konflik
Sejak hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh pihak
Suparta, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk
melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus
sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut.
-
Penyelesaian Konflik
Ketika
Ratna terkena musibah dan masuk rumah sakit, di sanalah Ia bertemu kembali
dengan Suparta, mantan kekasihnya. Sejak itulah mereka menjalin hubungan yang
sempat terpisah. Seiring berjalannya waktu sang Ibu Suparta pun merestui
hubungan merka berdua.
3. Tokoh dan Penokohan
-
Ratna : Perempuan
terpelajar, baik, pekerja keras, dan sabar menghadapi segala macam cobaan.
-
Suparta : Pemuda
terpelajar, bijaksana, dan berprofesi sebagai dokter. Dia adalah kekasih Ratna.
-
Ayah Suparta : Seorang
bangsawan yang selalu memegang adat istiadat.
-
Ny. Raden Tedja Ningrum
: Ibu kandung Suparta. Seorang bangsawan yang selalu membanggakan kekayaannya.
-
Ny Raden Siti Halimah :
Wanita pilihan Ibu Suparta.
-
Tn. Dan Ny. Kornel :
Orang Belanda yang kaya dan rendah hati.
-
Jene : Pembantu yang
bekerja di rumah orang Belanda. Dia mempunyai perangai yang buruk.
-
Amat : pacar Jene yang
memilki sifat tidak tanggung jawab terhadap kesalahannya telah mencuri kalung
Ny.Kornel.
4. Sudut Pandang
Roman Pertemuan
Jodoh menggunakan sudut pandang orang ketiga. Abdul Muis menceritakan ceritanya
menggunakan nama pemeran tokoh-tokoh dalam roman tersebut.
5. Latar dan Tempat
Kejadian
a)
Tempat terjadinya
peristiwa di daerah Pasundan, Jawa Barat. Hal itu terlihat dari:
-
Di stasiun kereta
api Padalarang: pada saat Ratna
berangkat ke Bandung.
-
Di kereta api : Ratna
bertemu dan berkenalan dengan Suparta saat ia dipersilakan duduk oleh Suparta.
-
Di rumah Suparta
(Sumedang) : saat Ratna dikenalkan oleh Suparta kepada ibunya.
-
Sekolah Ratna (Bandung) : keseharian Ratna menjalani kehidupannya
selama ia menuntun ilmu keguruan.
-
Sekolah Suparta , yaitu
STOVIA (Jakarta) : keseharian Suparta dalam menjalani kehidupannya menuntun
ilmu kedokteran.
-
Di rumah Ratna
(Tagogapu) : setelah Ratna menikah dengan Suparta, mereka tinggal di rumah itu.
-
Di rumah Tn. & Ny.
Kornel : saat Ranta bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
-
Di toko : saat Ratna
bekerja sebagai pramusaji.
b)
Suasana yang tergambar
dalam roman Pertemuan Jodoh yaitu :
-
Menyedihkan : hal itu
terlihat saat hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh ibu Suparta
karena perbedaan status. Selain itu, kesedihan juga tampak pada saat keluarga Ratna mengalami kebangkrutan
dan Ia harus putus kuliah. Oleh sebab itu, ia pun bekerja di sebuah toko
sebagai pramusaji. Tetapi, lama
–kelamaan toko itu pun bangkrut dan Ratna harus di PHK. Kemudian, karena ia
ingin membantu orang tua dan adiknya, Ratna pun bekerja menjadi pembantu rumah
tangga di rumah Tn. & Ny. Kornel. Namun, selama ia bekerja di sana, ia
selalu difitnah oleh teman sekerjanya yang bernama Jane. Jane memfitnah Ratna
telah mencuri kalung milik Ny. Kornel. Oleh sebab itulah, Ratna pun masuk
penjara.
-
Menegangkan : hal itu
terlihat saat Ratna melarikan diri dari penjara dan terjun ke sungai Kwitang
untuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Oleh karena itu, Ratna pun masuk
rumah sakit.
-
Membahagiakan : hal itu
terlihat saat Ratna bertemu kembali dengan Suparta di rumah sakit. Suparta
merupakan dokter di rumah sakit itu. Oleh karena itu, supartalah yang merawat
Ratna sehingga hubungan mereka pun terjalin kembali sebagai sepasang kekasih.
Selain itu, hubungan mereka pun sudah mendapat restu dari ibu Suparta. Suparta
dan Ratna pun menikah dan hidup bahagia.
6. Amanat
-
Tidak membeda-bedakan derajat manusia,
manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu
mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki
Suparta.
-
Tidak selalu menuruti keinginan orang
lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta
bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup
sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-
Ketekunan Suparta dalam belajar,
walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap
tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
-
Kesabaran dan keteguhan hati Suparta
dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan
hidup yang dialaminya.
-
Kerendahan hati Ratna dan
ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima
pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya
sekolah adiknya.
-
Tidak dendam dan membalas sikap orang
yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh
mencuri.
-
Dengan kesabaran, keteguhan hati dan
sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta)
memperoleh kebahagiaan.
7. Gaya Bahasa
Gaya
bahasa yang terkandung dalam karya sastra roman pertemuan jodoh karangan Abdoel
Moeis, antara lain :
-
Metafora : “ jinak-jinak burung merpati”. (halaman 16)
“ …..bagaikan air embun ditimpa cahaya
matahari”.
(halaman 12)
-
Hiperbola : “ kongkongan itu ada kalanya
terkjalin dari pada benang sutra dan bunga-bungaan yang harum sedap baunya………”
(halaman 21)
“
......mengajuk lautan kehidupan “. (halaman 22).
-
Personifikasi : “ …..seolah-olah tergelincir dari rel yang
lurus”. (halaman 24)
-
Perumpamaan : “ …..tapi berhati jujur
dan tidak sekali-kali suka berminyak air”. (halaman 26)
C. Unsur Ekstrinsik
1.
Latar belakang penciptaan karya sastra
Roman Pertemuan Jodoh berasal dari luar diri
pengarang, karena pada roman ini pengarang hanya sebagai sudut pandang orang
ketiga. Pengarang menceritakan karya sastra pertemuan jodoh ini mengisahkan
cerita kehidupan masyarakat pada zaman itu.
2.
Sejarah dan latar belakang pengarang
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,
Sumatera Barat, 3 Juli – wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada
umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan
terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi
anggota Volksraa. Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda
di Bukit tinggi ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai
selesai. Kemudian, ia mejadi wartawan di Bandung.
Dengan mengetengahkan tokoh Ratna dalam roman
Pertemuan Jodoh, Abdoel Moeis mengkritik perjodohan dan kesetaraan derajat.
Dalam roman tersebut masalah adat masih disinggung-singgungnya, bahkan di
kritiknya tajam sekali.
3.
Kondisi Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Pengarang menciptakan roman ini berdasarkan kehidupan
sosial masyarakat pada masa itu, yaitu tentang kesetaraan derajat dan
perjodohan.
4.
Nilai moral
-
Tidak membeda-bedakan derajat manusia,
manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu
mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki
Suparta.
-
Tidak selalu menuruti keinginan orang
lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta
bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup
sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-
Kesabaran dan keteguhan hati Suparta
dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan
hidup yang dialaminya.
-
Kerendahan hati Ratna dan
ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima
pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya
sekolah adiknya.
-
Tidak dendam dan membalas sikap orang
yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh
mencuri.
-
Dengan kesabaran, keteguhan hati dan
sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta)
memperoleh kebahagiaan.
5. Nilai
pendidikan
Ketekunan Suparta dalam belajar,
walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap
tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
6. Nilai
sejarah
Diskriminasi kelas sosial di cerita ini sangat
terlihat. Contohnya perbedaan terhadap bangsa pribumi dan bangsawan. Di
kalangan pribumi pun terjadi diskriminasi terhadap masyarakatnya sendiri.
Selain itu, terlihat juga bahwa cerita tersebut mengisahkan sejarah Indonesia
dan kehidupan masyaraktnya pada zaman itu.
7. Relevansi
dengan zaman sekarang.
Dalam roman Pertemuan Jodoh, banyak menceritakan
tentang perjodohan dan kesetaraan derajat antara orang bangsawan dan pribumi.
Pada zaman ini, hal tersebut dipandang
tidak lumrah. Saat ini perjodohan tidak dilakukan oleh masyarakat. Selain itu,
masyarakat berpandangan bahwa manusia itu sama di mata Tuhan.
D.
Aliran Isi
Roman Pertemuan Jodoh
Isi fiksi pada roman pertemuan jodoh
karangan Abdoel Moise adalah romantik dan realism karena pengarang dalam
menceritakan isi roman tidak hanya bertitik tolak pada alam nyata, tetapi lebih
banyak pada alam fantasi, dunia khayal yang tiada batas. Selain itu, pengarang
juga mengisahkan karyanya dengan cara mengungkapkan kenyataan hidup sedetail
mungkin dan bagaikan bukan karya fiksi karena kisah kehidupan yang diceritakan
sesuai kehidupan pada zamannya. Pengarang dalam menggambarkan isi roman melihat
situasi kisah nyata masyarakat saat itu. Situasi tersebut digambarkan melalui
kisah nyata percintaan antara orang bangsawan dan pribumi. kisah cinta itu
tergambarkan di mulai dari bertemunya Suparta dan Ratna. Hingga pada akhirnya
mereka menjalin kisah cinta menjadi sepasang kekasih. Banyak lika-liku kisah
percintaan yang mereka alami, mulai dari tidak direstuinya hubungan mereka
karena perbedaan status hingga mereka terpisah sementara oleh jarak dan waktu.
Namun pada akhirnya kisah cinta itu berakhir pada kebahagiaan. Kebahagiaan itu
terjadi saat Suparta dan Ratna dipertemukan kembali di rumah sakit, dan pada
akhirnya hubungan mereka direstui oleh Ibu Suparta.
D.Biografi Kepengarangan
Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat,
3 Juli
1883 – meninggal
di Bandung, Jawa Barat,
17 Juni
1959 pada umur 75 tahun)
adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia.
Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam
dan pernah menjadi anggota Volksraad
mewakili
organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang
pertama oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 30 Agustus 1959. Abdul Muis adalah seorang Minangkabau,
putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Ayahnya merupakan seorang demang yang
keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agama. Selesai dari ELS,
Abdul Muis melanjutkan pendidikannya ke Stovia
(sekolah
kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia),
Jakarta.
Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana. Abdul Muis
memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst
atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan.
Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah
dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di
Bandung.
Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang
Hindia. Kemudian ia sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan
pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca
pimpinan Haji Agus Salim.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan
menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui
Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana
pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan
Belanda dari Perancis. Tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi
ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan
itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge
School – Institut Teknologi
Bandung (ITB) di
Priangan. Pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Bulan Juni 1919, seorang pengawas
Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato disana. Abdul Muis dituduh
telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan
tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato
ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya di harian
berbahasa Belanda De Express, Abdul Muis mengecam seorang Belanda yang
sangat menghina bumiputera.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar
Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh
di Yogyakarta. Tahun 1923 ia mengunjungi Padang Sumatera Barat. Disana ia mengundang para penghulu
adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat
Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu ia juga
dikenakan passentelsel, yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di kota ini ia menyelesaikan
novelnya yang cukup terkenal : Salah Asuhan.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad
Garut. Dan enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad
Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942).
Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus
pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Tahun 1959 ia wafat dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Karya
sastra abdoel moeis antara lain Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin
Susanto dan diterbitkan dengan judul Never
the Twain
oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia, Pertemuan Jodoh (roman 1933), Surapati (novel 1950), Robert Anak
Surapati(novel 1953) sedangkan Karya
Terjemahannya yaitu Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923), Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928), Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922), Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari uraian di atas kami dapat
menyimpulkan bahwa roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moies menceritakan
tentang dua orang manusia yang sedang jatuh cinta. Tetapi, percintaan mereka
mengalami lika-liku dan masalah selalu menimpa kisah percintaan dan
kehidupannya karena perbedaan status atau golongan yaitu Ratna dari golongan
biasa sedangkan kekasihnya yang bernama suparta dari golongan bangsawan. Namun,
pada akhirnya mereka bisa hidup bahagia. Unsur intrinsik yang terkandung dalam
roman tersebut adalah tema, tokoh penokohan, amanat, latar, alur, dan sudut
pandang. Berbeda halnya dengan itu, unsur ekstrinsik yang terdapat dalam roman
tersebut adalah latar belakang penciptaan karya sastra, nilai moral, nilai
pendidikan, nilai sejarah, kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan,
serta sejarah dan latar
belakang pengarang. Selain itu, aliran atau isi prosa pada roman pertemuan
jodoh karya Abdoel Moeis ini adalah aliran realisme romantik karena
menceritakan mengenai kenyataan atau realita kehidupan percintaan yaitu
mengenai perjodohan pada zaman Belanda yaitu sekitar tahun 30-an. Roman
Pertemuan Jodoh diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1933. Roman
ini ditulis oleh Abdul Muis,
seorang sastrawan yang dilahirkan di Bukittinggi pada 3 Juli 1883, memperoleh
pendidikan Barat tapi sayangnya tidak menamatkan sekolah kedokterannya.
4.2 Saran-Saran
Dari uraian di atas kami dapat
menyarankan untuk senantiasa membaca dan menelaah apa yang ada di sekitar kita
untuk mempertajam pikiran dalam rangka terbentuknyapendidikan karakter, salah
satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai
kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi
Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Moeis, Abdoel.2001.Pertemuan Jodoh. Jakarta : Balai Pustaka..
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sutresna, Bagus.2006.Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh
para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan
baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan
yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas
karena kurangnya pemahaman yang tepat.Dalam dunia kesusastraan selalu identik
dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat
karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang
yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah
dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put)
dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi
sesuatu yang estetik.
Karya sastra
saat ini sangat banyak dinikmati masyarakat Indonesia dari dulu hingga
sekarang. Karya sastra prosa fiksi dibagi menjadi 3 yaitu roman, novel, dan
cerpen. Namun, pada makalah ini yang kami bahas adalah roman. Roman adalah bentuk prosa baru
berupa cerita fiksi yang masuk golongan cerita panjang dan isinya menceritakan kehidupan seseorang atau
beberapa orang yang dihubungkan dengan sifat atau jiwa mereka dalam menghadapi lingkungan
hidupnya. Roman merupakan suatu
jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik panjang. Kami menganalisis
roman yang berjudul Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis. Kami menganalisis
roman tersebut dari segi unsur intrinsik, ekstrinsik, aliran kepengarangan
serta sinopsis dari roman tersebut. pertemuan Jodoh karya
Abdoel Moeis ini termasuk dalam roman bertendensi dan terbit pertama kali tahun
1932. Pada saat itu percintaan antara seorang keturunan bangsawan dan seseorang
dari keturunan biasa dapat dianggap aneh dan bahkan tabu.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang
membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara
menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra,
pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan
dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang
kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra
tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah
unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur,
setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar
tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sinopsis dari roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis?
2. Apa
saja unsur instrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
3. Apa
saja unsur ekstrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
4. Bagaimana
kepengarangan roman pertemuan jodoh?
5. Aliran
kepengarangan apa yang digunakan Abdoel Moeis cerita pada roman pertemuan
jodoh?
1.3
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari analisis roman ini adalah untuk
memberikan pengetahuan tentang ringkasan cerita atau sinopsis roman pertemuan
jodoh, mengetahui dan memahami unsur intrinsik, unsur ekstrinsik serta
kepengarangan roman pertemuan jodoh.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara
teoretis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis yaitu Penelitian
ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
mengenai teori analisis roman dalam sebuah karya prosa fiksi. Analisis ini juga
diharapkan mampu memberi sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam
mengungkap roman Pertemuan Jodoh karangan
Abdoel Moeis.
2. Manfaat Praktis yaitu secara praktis
analisis roman ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi
cerita dalam roman pertemuan jodoh terutama
kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas
disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian
Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita
tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah
pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan
prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran
lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah,
dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan
pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa
yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa
yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan
bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku
tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin
suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula
dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak
benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi
atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita,
sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a
story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita
rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun
dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative
prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga
kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan
kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam
dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran
yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan
Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan
ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu
menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur
intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah
totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan
merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur
intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan
sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh
karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan
tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan
unsur intrinsik karya fiksi. Unsur intrinsik karya sastra, antara lain :
·
Amanat adalah pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan,
pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan,
kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
·
Plot/Alur adalah jalan cerita/rangkaian
peristiwa dari awal sampai akhir. Tahap-tahap alur, antara lain :
1.
Tahap perkenalan/Eksposisi adalah tahap permulaan suatu cerita yang
dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan
para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, penggambaran tempat)
2. Tahap
pertentangan /Konflik adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antara
pelaku-pelaku (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya). Konflik ada dua
yaitu :
a) konflik internal adalah konflik yang
terjadi dalam diri tokoh.
b) konflik eksternal adalah konflik yang terjadi
di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik tokoh dengan
lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh denganTuhan dll).
3. Tahap penanjakan konflik/Komplikasi adalah
tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit
(nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar).
4.
Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan
nasip pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang dugaan itu tidak
terbukti pada akhir cerita).
5. Tahap penyelesaian adalah tahap
akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang
dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang
penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung,
tanpa ada penyelesaian.
·
Macam-Macam Alur
1. Alur maju adalah peristiwa
–peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa datang.
2.
Alur mundur/Sorot balik/Flash baca adalah peristiwa-peristiwa yang
menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa kini, baru menceritakan
peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh.
3.
Alur gabungan/Campuran adalah peristiwa-peristiwa pokok diutarakan.
Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang
peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami
oleh tokoh utama) lagi..
·
Latar/Setting
Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi
pelaku dalam sebuah cerita. Macam-macam latar yaitu :
1) Latar tempat adalah latar dimana
pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll).
2) Latar waktu adalah kapan cerita itu
terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll).
3) Latar suasana adalah dalam keadaan
dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll.
·
Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan
bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya.
Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan.
Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang
terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan.
1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata
lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang
mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada
hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk
menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu
humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema.
Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang
banyak dibicarakan.
·
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal
penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan
memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku
cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud
manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur
cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca.
Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga
kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca. Ada tiga cara untuk melukiskan
watak tokoh yaitu :
a) Analitik adalah pengarang langsung
menceritakan watak tokoh.
b) Dramatik adalah pengarang
melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung. Bisa melalui tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog
antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap
tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
c) Campuran adalah gabungan analitik
dan dramatik. Pelaku dalam cerita dapat berupa manusia , binatang, atau
benda-benda mati yang diinsankan. Selain itu, pelaku atau tokoh dibagi menjadi
beberapa peran antara lain :
§ Pelaku utama adalah pelaku yang
memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan
kejadian.
§ Pelaku pembantu adalah pelaku yang berfungsi
membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pahlawan mungkin juga
sebagai penentang pelaku utama.
§ Pelaku protagonist adalah pelaku
yang memegang watak tertentu yang membawa ide kebenaran.(jujur,setia,baik hati
dll).
§ Pelaku antagonis adalah pelaku yang
berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll).
§ Pelaku tritagonis adalah pelaku yang
dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan
tokoh penengah
·
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi
pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of
view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248).
Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang
penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus
menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang
menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja,
akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di
bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan
sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh
cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah
seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan
kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan
dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang,
narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh
”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan
”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat
terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah
seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena
ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si
”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan
tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut
pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya
bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut
pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku”
mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat
campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut
pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat,
persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan,
bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku”
dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
2.3 Unsur Ekstrinsik Karya Sastra
unsur-unsur yang berada di luar novel. tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi system organisme karya sastra. Secara lebih spesifik,
unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bisa dibilang sebagai unsur yang membangun
sebuah karya sastra. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik karya sastra tetap harus diperhatikan sebagai
sesuatu yang penting. Beberapa unsur ekstrinsik novel di antaranya :
- Sejarah pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita
yang
dibuatnya. - Situasi dan Kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil
karya. - Nilai-nilai dalam cerita
Dalam
sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
- Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
- Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian, kepercayaan, upacara adat).
- Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan norma-norma
dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong,
dan tenggang rasa). - Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan
dengan seni, keindahan
dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
2.4 Aliran Atau Isi Prosa Fiksi
Sastra fiksi
baik itu roman, novel maupun cerita pendek pada umumnya merupakan gambaran pengalaman
ahir dan bathin si pengarang (Sutresna, 2006: 42). Setiap orang termasuk
pengarang sebagai anggota masyarakat masing-masing mempunyai pengalaman hidup
yang berbeda-beda baik itu pengalaman lahir maupun bathinnya. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan kalu masing-masing pengarang mempunyai kegemaran,
keinginan, perasaan, dan pemikiran yang berbeda-beda pula. Sehubungan dengan
hal itu, perlu disadari bahwa pengarang adalah subyek yang memiliki eksistensi
tersendiri, baik pada hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal.
Tiap-tiap keberadaan individu pengarang yang berbeda inilah menyebabkan wujud
dan isi karya sastranya akan menjadi berbeda.
Menurut Sutresna dalam bukunya prosa
fiksi, aliran-Aliran dalam karya sastra antara lain:
§ Aliran realisme ialah aliran yang ingin
mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus
obyektif karena pengaranag melukiskan dunia kenyataan. Segala-galanya
digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan
antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya, tak boleh disertakannya.
Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia
hanya penonton yang obyektif.
§ Aliran naturalisme ingin melukiskan
keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena
ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan
masyarakat, pengarang naturalis tidak segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia
Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.
Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak
ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
§ Determinisme ialah cabang aliran naturalisme,
bias diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan
masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran
karena akibat peperangan, dan sebagainya. Yang menjadi soal dalam
karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah,
menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia
harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok.
Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara
pengarang melukiskan juga naturalistic.
§ Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan atas
sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.Pengarang
takkan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya
seperti dalam aliran realisme atau naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas
penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah
lukisan beraliran impresionisme.
§ Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan
aliran realisme. Pengarang romantis mengawan kea lam khayal, lukisannya indah membawa
pembaca kea lam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua
dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang
berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan
suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya.
Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk.
§ Aliran mistisme adalah dalam aliran ini terasa
ciptaan yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari dan mendekatkan
dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang
didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib. Contohnya dapat
dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri (pujangga lama), Amir Hamzah
(Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
§ Aliran realitasnya bercampur angan-angan, mala
angan-angan amat mempengaruhi bentuk lukisan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa,
pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik, suara, musik,
pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka di dalam tulisan, hal-hal seperti
itu harus dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak
melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru untuk menyatakan
keseluruhan itu sekaligus.
§ Aliran surrealisme ialah aliran yang mengemukakan
realitasnya (kenyataan) bercampur angan-angan. Angan-angan seorang pembuat
karya sastra akan mempengaruhi bentuk dan arti karya sastra yang dibuatnya
karena didalamnya terdapat pernyataan jiwa.
§ Aliran melankolis merupakan aliran karya sastra
dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis,
sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India,
cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk
melankholisme.
§ Aliran Ironisme merupakan aliran yang mementingkan
nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa
juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau
perilaku tokoh tertentu.
§ Aliran ekspresionisme adalah aliran dalam karya seni,
yang mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingkan
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata . Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ringkasan Roman Pertemuan Jodoh
Ketika
perjalanan menuju Bandung dengan menggunakan kereta api. Secara tidak sengaja,
seorang pemuda mempersilahkan tempat duduknya kepada Ratna karena tempat duduk
yang lain telah penuh. Pemuda itu bernama Suparta, seorang pelajar dari STOVIA
Jakarta. Ratna sendiri kini bersekolah di Frobelkweeschool. Mereka pun
berkenalan satu sama lain. Ternyata, perkenalan itu membuat mereka saling
menanam benih- benih cinta diantara masing-masing.
Liburan
tiba, Suparta mengajak Ratna untuk pergi mengunjungi rumahnya di Sumedang. Ternyata,
Suparta ingin memperkenalkan Ratna pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, Nyai
Raden Tedja Ningrum tidak begitu bersahabat terhadap Ratna setelah tahu bahwa
Ratna berasal dari keturunan orang biasa dan bukan seorang bangsawan. Selama
disana, Ratna selalu disinggung oleh Ibu Suparta tentang calon istri Suparta
yaitu Nyai Raden Siti Halimah yang tidak lain ialah teman sekelasnya di
Frobelkweeschool. Mendengar hal itu Ratna merasa sakit hati
Sejak
saat itu, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk
melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus
sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut. Ia
pun berusaha untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, ia diterima menjadi pramusaji
di sebuah toko. Disamping gajinya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga
ia pergunakan untuk membiayai sekolah adiknya. Malang bagi Ratna, belum lama
bekerja di toko tersebut. Ia pun harus di PHK, begitupun dengan para pekerja
yang lain. Toko itu harus ditutup atas perintah pengadilansebab ada sesuatu
yang belum terpenuhi.
Namun,
Ratna tidak putus asa. Ia mencoba untuk tetap tabah dan mencari pekerjaan yang
lain. Pernah, ia melamar pekerjaan ke kantor advokat, namun tidak berhasil
dikarenakan pimpinan advokatnya itu selalu menggodanya. Tanpa disengaja, Ratna
lewat di depan rumah mewah milik Nyonya dan Tuan Kornel. Ia pun mencoba melamar
pekerjaan dan akhirnya ia diterima sebagai ibu rumahtangga
Nasib
malang harus diterima Ratna lagi, salah seorang pembantu lain, Jene memfitnah
bahwa Ratna telah mencuri perhiasan milik Nyonya Kornel. Ratna pun dilaporkan
ke Polisi oleh Nyonya Kornel, sehingga ia ditangkap. Ratna yang merasa tidak
melakukannya, bergegas melarikan diri ketika polisi yang menjaganya tertidur
lelap. Ia melarikan diri dengan cara terjun ke Sungai Kwitang. Untung saja,
nyawanya berhasil diselamatkan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Beruntung
bagi Ratna, sebab tepat waktu itu ia dirawat oleh kekasihnya sendiri, Suparta.
Kini, Suparta telah berprofesi menjadi dokter tetap di rumah sakit itu. Betapa
gembiranya Suparta bertemu dengan Ratna di rumah sakit. Sebab sampai saat ini,
dia sudah mencari Ratna kemana- mana namun tidak berhasil. Kini, Ibu Suparta
sudah menerima keadaan Ratna apa adanya. Sayang, Ratna sendiri hilang bagai
ditelan bumi. Beberapa tempat telah dicari oleh Suparta. Bahkan dia pergi ke
Tagogapu, rumah orang tua Ratna tapi Ratna tidak ada di sana. Kemudian, Suparta
pergi ke Kebon Sirih atas saran orang tua Ratna yang memberitakan kalau Ratna
tinggal disana. Ternyata, kedatangan Suparta telah terlambat sebab saat itu
Ratna dan adiknya sudah berangkat ke Jakarta. Suparta pun sampai putus asa
mencari kesana- sini. Beruntung baginya, tiba- tiba saja ia bertemu Ratna yang
sedang terluka di rumah sakit
Ratna
menceritakan semua kejadian yang terjadi, sehingga ia bisa sampai di rumah
sakit. Dokter Suparta pun berusaha keras menolong kekasihnya itu. Dia mencari
seorang pengacara guna menemani Ratna di pengadilan atas tuduhan pencurian perhiasaan
milik Nyonya Kornel. Setelah diadili, ternyata Ratna tidak bersalah melainkan
Amat yang mencuri perhiasan itu. Amat adalah kekasih Jene. Jene tidak dihukum
melainkan Amat yang dihukum. Pengadilan itu juga telah mempertemukan Ratna
dengan adiknya, Sudarma. Kini Sudarma menjadi schatter pegadaian di Purwakarta
yang saat itu bertindak sebagai saksi mata atas kejadian itu. Oleh Suparta dan
adiknya, Ratna disuruh beristirahat di paviliun yang bernama Bidara Cina. Hanya
Suparta dan Sudarma yang diperkenankan memeriksa kesehatan Ratna.
Setelah
Ratna sehat, Dokter Suparta melamar Ratna. Akhirnya, mereka pun menikah namun
pestanya dilaksanakan di rumah Sudarma. Setelah menikah, mereka berdua kembali
ke Tagogapu untuk tinggal di rumah tuan atmaja. Rumah itu dibangun atas bantuan
Suparta sebagai hadiah perkawinan mereka.
B.
Unsur
Intrinsik
1. Tema
Tema dari roman
Pertemuan Jodoh adalah kisah percintaan antara bangsawan dan orang pribumi.
Roman ini mengisahkan tentang hubungan antara Suparta dengan Ratna yang awalnya
tidak disetujui oleh Ibu Suparta. Ketidaksetujuan tersebut disebabkan oleh
perbedaan keturunan (perbedaan derajat). Namun pada akhirnya Ibunda Suparta
menyetujui hubungan mereka berdua.
2. Alur (Plot)
Roman Pertemuan
Jodoh menggunakan alur maju. Cerita dimulai dari pengenalan
tokoh, timbulnya masalah, puncak konflik, dan diakhiri dengan penyelesaian.
-
Pengenalan tokoh
Suparta
adalah anak seorang bangsawan. Dia kuliah di Top Opleiding Voor Indische Artsn, nama sekolah Dokter sebelum
dijadikan sekolah tinggi di zaman Hindia Belanda.
Ratna
adalah gadis pribumi yang menjalin hubungan dengan Suparta. Ratna kuliah di
Sekolah Rakyat. Ratna dan Suparta pertama kali bertemu di kereta dari Jakarta
hendak ke Bandung. Mulai dari situlah hubungan mereka terjalin.
-
Timbulnya masalah
Setelah
Ratna dipertemukan dengan Ibu Suparta yang bernama Nyai Raden Teja Ninrum, Teja
Ningrum tidak merestui hubungan mereka berdua karena Ratna bukan keturunan
orang Bangsawan.
-
Puncak Konflik
Sejak hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh pihak
Suparta, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk
melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus
sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut.
-
Penyelesaian Konflik
Ketika
Ratna terkena musibah dan masuk rumah sakit, di sanalah Ia bertemu kembali
dengan Suparta, mantan kekasihnya. Sejak itulah mereka menjalin hubungan yang
sempat terpisah. Seiring berjalannya waktu sang Ibu Suparta pun merestui
hubungan merka berdua.
3. Tokoh dan Penokohan
-
Ratna : Perempuan
terpelajar, baik, pekerja keras, dan sabar menghadapi segala macam cobaan.
-
Suparta : Pemuda
terpelajar, bijaksana, dan berprofesi sebagai dokter. Dia adalah kekasih Ratna.
-
Ayah Suparta : Seorang
bangsawan yang selalu memegang adat istiadat.
-
Ny. Raden Tedja Ningrum
: Ibu kandung Suparta. Seorang bangsawan yang selalu membanggakan kekayaannya.
-
Ny Raden Siti Halimah :
Wanita pilihan Ibu Suparta.
-
Tn. Dan Ny. Kornel :
Orang Belanda yang kaya dan rendah hati.
-
Jene : Pembantu yang
bekerja di rumah orang Belanda. Dia mempunyai perangai yang buruk.
-
Amat : pacar Jene yang
memilki sifat tidak tanggung jawab terhadap kesalahannya telah mencuri kalung
Ny.Kornel.
4. Sudut Pandang
Roman Pertemuan
Jodoh menggunakan sudut pandang orang ketiga. Abdul Muis menceritakan ceritanya
menggunakan nama pemeran tokoh-tokoh dalam roman tersebut.
5. Latar dan Tempat
Kejadian
a)
Tempat terjadinya
peristiwa di daerah Pasundan, Jawa Barat. Hal itu terlihat dari:
-
Di stasiun kereta
api Padalarang: pada saat Ratna
berangkat ke Bandung.
-
Di kereta api : Ratna
bertemu dan berkenalan dengan Suparta saat ia dipersilakan duduk oleh Suparta.
-
Di rumah Suparta
(Sumedang) : saat Ratna dikenalkan oleh Suparta kepada ibunya.
-
Sekolah Ratna (Bandung) : keseharian Ratna menjalani kehidupannya
selama ia menuntun ilmu keguruan.
-
Sekolah Suparta , yaitu
STOVIA (Jakarta) : keseharian Suparta dalam menjalani kehidupannya menuntun
ilmu kedokteran.
-
Di rumah Ratna
(Tagogapu) : setelah Ratna menikah dengan Suparta, mereka tinggal di rumah itu.
-
Di rumah Tn. & Ny.
Kornel : saat Ranta bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
-
Di toko : saat Ratna
bekerja sebagai pramusaji.
b)
Suasana yang tergambar
dalam roman Pertemuan Jodoh yaitu :
-
Menyedihkan : hal itu
terlihat saat hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh ibu Suparta
karena perbedaan status. Selain itu, kesedihan juga tampak pada saat keluarga Ratna mengalami kebangkrutan
dan Ia harus putus kuliah. Oleh sebab itu, ia pun bekerja di sebuah toko
sebagai pramusaji. Tetapi, lama
–kelamaan toko itu pun bangkrut dan Ratna harus di PHK. Kemudian, karena ia
ingin membantu orang tua dan adiknya, Ratna pun bekerja menjadi pembantu rumah
tangga di rumah Tn. & Ny. Kornel. Namun, selama ia bekerja di sana, ia
selalu difitnah oleh teman sekerjanya yang bernama Jane. Jane memfitnah Ratna
telah mencuri kalung milik Ny. Kornel. Oleh sebab itulah, Ratna pun masuk
penjara.
-
Menegangkan : hal itu
terlihat saat Ratna melarikan diri dari penjara dan terjun ke sungai Kwitang
untuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Oleh karena itu, Ratna pun masuk
rumah sakit.
-
Membahagiakan : hal itu
terlihat saat Ratna bertemu kembali dengan Suparta di rumah sakit. Suparta
merupakan dokter di rumah sakit itu. Oleh karena itu, supartalah yang merawat
Ratna sehingga hubungan mereka pun terjalin kembali sebagai sepasang kekasih.
Selain itu, hubungan mereka pun sudah mendapat restu dari ibu Suparta. Suparta
dan Ratna pun menikah dan hidup bahagia.
6. Amanat
-
Tidak membeda-bedakan derajat manusia,
manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu
mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki
Suparta.
-
Tidak selalu menuruti keinginan orang
lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta
bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup
sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-
Ketekunan Suparta dalam belajar,
walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap
tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
-
Kesabaran dan keteguhan hati Suparta
dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan
hidup yang dialaminya.
-
Kerendahan hati Ratna dan
ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima
pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya
sekolah adiknya.
-
Tidak dendam dan membalas sikap orang
yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh
mencuri.
-
Dengan kesabaran, keteguhan hati dan
sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta)
memperoleh kebahagiaan.
7. Gaya Bahasa
Gaya
bahasa yang terkandung dalam karya sastra roman pertemuan jodoh karangan Abdoel
Moeis, antara lain :
-
Metafora : “ jinak-jinak burung merpati”. (halaman 16)
“ …..bagaikan air embun ditimpa cahaya
matahari”.
(halaman 12)
-
Hiperbola : “ kongkongan itu ada kalanya
terkjalin dari pada benang sutra dan bunga-bungaan yang harum sedap baunya………”
(halaman 21)
“
......mengajuk lautan kehidupan “. (halaman 22).
-
Personifikasi : “ …..seolah-olah tergelincir dari rel yang
lurus”. (halaman 24)
-
Perumpamaan : “ …..tapi berhati jujur
dan tidak sekali-kali suka berminyak air”. (halaman 26)
C. Unsur Ekstrinsik
1.
Latar belakang penciptaan karya sastra
Roman Pertemuan Jodoh berasal dari luar diri
pengarang, karena pada roman ini pengarang hanya sebagai sudut pandang orang
ketiga. Pengarang menceritakan karya sastra pertemuan jodoh ini mengisahkan
cerita kehidupan masyarakat pada zaman itu.
2.
Sejarah dan latar belakang pengarang
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,
Sumatera Barat, 3 Juli – wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada
umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan
terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi
anggota Volksraa. Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda
di Bukit tinggi ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai
selesai. Kemudian, ia mejadi wartawan di Bandung.
Dengan mengetengahkan tokoh Ratna dalam roman
Pertemuan Jodoh, Abdoel Moeis mengkritik perjodohan dan kesetaraan derajat.
Dalam roman tersebut masalah adat masih disinggung-singgungnya, bahkan di
kritiknya tajam sekali.
3.
Kondisi Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Pengarang menciptakan roman ini berdasarkan kehidupan
sosial masyarakat pada masa itu, yaitu tentang kesetaraan derajat dan
perjodohan.
4.
Nilai moral
-
Tidak membeda-bedakan derajat manusia,
manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu
mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki
Suparta.
-
Tidak selalu menuruti keinginan orang
lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta
bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup
sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-
Kesabaran dan keteguhan hati Suparta
dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan
hidup yang dialaminya.
-
Kerendahan hati Ratna dan
ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima
pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya
sekolah adiknya.
-
Tidak dendam dan membalas sikap orang
yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh
mencuri.
-
Dengan kesabaran, keteguhan hati dan
sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta)
memperoleh kebahagiaan.
5. Nilai
pendidikan
Ketekunan Suparta dalam belajar,
walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap
tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
6. Nilai
sejarah
Diskriminasi kelas sosial di cerita ini sangat
terlihat. Contohnya perbedaan terhadap bangsa pribumi dan bangsawan. Di
kalangan pribumi pun terjadi diskriminasi terhadap masyarakatnya sendiri.
Selain itu, terlihat juga bahwa cerita tersebut mengisahkan sejarah Indonesia
dan kehidupan masyaraktnya pada zaman itu.
7. Relevansi
dengan zaman sekarang.
Dalam roman Pertemuan Jodoh, banyak menceritakan
tentang perjodohan dan kesetaraan derajat antara orang bangsawan dan pribumi.
Pada zaman ini, hal tersebut dipandang
tidak lumrah. Saat ini perjodohan tidak dilakukan oleh masyarakat. Selain itu,
masyarakat berpandangan bahwa manusia itu sama di mata Tuhan.
D.
Aliran Isi
Roman Pertemuan Jodoh
Isi fiksi pada roman pertemuan jodoh
karangan Abdoel Moise adalah romantik dan realism karena pengarang dalam
menceritakan isi roman tidak hanya bertitik tolak pada alam nyata, tetapi lebih
banyak pada alam fantasi, dunia khayal yang tiada batas. Selain itu, pengarang
juga mengisahkan karyanya dengan cara mengungkapkan kenyataan hidup sedetail
mungkin dan bagaikan bukan karya fiksi karena kisah kehidupan yang diceritakan
sesuai kehidupan pada zamannya. Pengarang dalam menggambarkan isi roman melihat
situasi kisah nyata masyarakat saat itu. Situasi tersebut digambarkan melalui
kisah nyata percintaan antara orang bangsawan dan pribumi. kisah cinta itu
tergambarkan di mulai dari bertemunya Suparta dan Ratna. Hingga pada akhirnya
mereka menjalin kisah cinta menjadi sepasang kekasih. Banyak lika-liku kisah
percintaan yang mereka alami, mulai dari tidak direstuinya hubungan mereka
karena perbedaan status hingga mereka terpisah sementara oleh jarak dan waktu.
Namun pada akhirnya kisah cinta itu berakhir pada kebahagiaan. Kebahagiaan itu
terjadi saat Suparta dan Ratna dipertemukan kembali di rumah sakit, dan pada
akhirnya hubungan mereka direstui oleh Ibu Suparta.
D.Biografi Kepengarangan
Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat,
3 Juli
1883 – meninggal
di Bandung, Jawa Barat,
17 Juni
1959 pada umur 75 tahun)
adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia.
Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam
dan pernah menjadi anggota Volksraad
mewakili
organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang
pertama oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 30 Agustus 1959. Abdul Muis adalah seorang Minangkabau,
putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Ayahnya merupakan seorang demang yang
keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agama. Selesai dari ELS,
Abdul Muis melanjutkan pendidikannya ke Stovia
(sekolah
kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia),
Jakarta.
Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana. Abdul Muis
memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst
atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan.
Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah
dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di
Bandung.
Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang
Hindia. Kemudian ia sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan
pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca
pimpinan Haji Agus Salim.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan
menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui
Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana
pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan
Belanda dari Perancis. Tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi
ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan
itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge
School – Institut Teknologi
Bandung (ITB) di
Priangan. Pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Bulan Juni 1919, seorang pengawas
Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato disana. Abdul Muis dituduh
telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan
tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato
ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya di harian
berbahasa Belanda De Express, Abdul Muis mengecam seorang Belanda yang
sangat menghina bumiputera.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar
Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh
di Yogyakarta. Tahun 1923 ia mengunjungi Padang Sumatera Barat. Disana ia mengundang para penghulu
adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat
Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu ia juga
dikenakan passentelsel, yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di kota ini ia menyelesaikan
novelnya yang cukup terkenal : Salah Asuhan.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad
Garut. Dan enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad
Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942).
Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus
pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Tahun 1959 ia wafat dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Karya
sastra abdoel moeis antara lain Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin
Susanto dan diterbitkan dengan judul Never
the Twain
oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia, Pertemuan Jodoh (roman 1933), Surapati (novel 1950), Robert Anak
Surapati(novel 1953) sedangkan Karya
Terjemahannya yaitu Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923), Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928), Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922), Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari uraian di atas kami dapat
menyimpulkan bahwa roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moies menceritakan
tentang dua orang manusia yang sedang jatuh cinta. Tetapi, percintaan mereka
mengalami lika-liku dan masalah selalu menimpa kisah percintaan dan
kehidupannya karena perbedaan status atau golongan yaitu Ratna dari golongan
biasa sedangkan kekasihnya yang bernama suparta dari golongan bangsawan. Namun,
pada akhirnya mereka bisa hidup bahagia. Unsur intrinsik yang terkandung dalam
roman tersebut adalah tema, tokoh penokohan, amanat, latar, alur, dan sudut
pandang. Berbeda halnya dengan itu, unsur ekstrinsik yang terdapat dalam roman
tersebut adalah latar belakang penciptaan karya sastra, nilai moral, nilai
pendidikan, nilai sejarah, kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan,
serta sejarah dan latar
belakang pengarang. Selain itu, aliran atau isi prosa pada roman pertemuan
jodoh karya Abdoel Moeis ini adalah aliran realisme romantik karena
menceritakan mengenai kenyataan atau realita kehidupan percintaan yaitu
mengenai perjodohan pada zaman Belanda yaitu sekitar tahun 30-an. Roman
Pertemuan Jodoh diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1933. Roman
ini ditulis oleh Abdul Muis,
seorang sastrawan yang dilahirkan di Bukittinggi pada 3 Juli 1883, memperoleh
pendidikan Barat tapi sayangnya tidak menamatkan sekolah kedokterannya.
4.2 Saran-Saran
Dari uraian di atas kami dapat
menyarankan untuk senantiasa membaca dan menelaah apa yang ada di sekitar kita
untuk mempertajam pikiran dalam rangka terbentuknyapendidikan karakter, salah
satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai
kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi
Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Moeis, Abdoel.2001.Pertemuan Jodoh. Jakarta : Balai Pustaka..
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sutresna, Bagus.2006.Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
terima kasih telah membantu. akan sangat mudah kalau membuat skripsi
BalasHapus