Selasa, 17 Desember 2013

ANALISIS ROMAN PERTEMUAN JODOH (PROSA FIKSI)







PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik. Karya sastra saat ini sangat banyak dinikmati masyarakat Indonesia dari dulu hingga sekarang. Karya sastra prosa fiksi dibagi menjadi 3 yaitu roman, novel, dan cerpen. Namun, pada makalah ini yang kami bahas adalah roman. Roman adalah bentuk prosa baru berupa cerita fiksi yang masuk golongan cerita panjang dan  isinya menceritakan kehidupan seseorang atau beberapa orang yang dihubungkan dengan sifat atau jiwa mereka dalam menghadapi lingkungan hidupnya.  Roman merupakan  suatu jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik panjang. Kami menganalisis roman yang berjudul Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis. Kami menganalisis roman tersebut dari segi unsur intrinsik, ekstrinsik, aliran kepengarangan serta sinopsis dari roman tersebut. pertemuan Jodoh karya Abdoel Moeis ini termasuk dalam roman bertendensi dan terbit pertama kali tahun 1932. Pada saat itu percintaan antara seorang keturunan bangsawan dan seseorang dari keturunan biasa dapat dianggap aneh dan bahkan tabu.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sinopsis dari roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis?
2. Apa saja unsur instrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
3. Apa saja unsur ekstrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
4. Bagaimana kepengarangan roman pertemuan jodoh?
5. Aliran kepengarangan apa yang digunakan Abdoel Moeis cerita pada roman pertemuan jodoh? 
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari analisis roman ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang ringkasan cerita atau sinopsis roman pertemuan jodoh, mengetahui dan memahami unsur intrinsik, unsur ekstrinsik serta kepengarangan roman pertemuan jodoh.  
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.
1.      Manfaat Teoretis yaitu Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai teori analisis roman dalam sebuah karya prosa fiksi. Analisis ini juga diharapkan mampu memberi sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam mengungkap roman Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis.
2.      Manfaat Praktis yaitu secara praktis analisis roman ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam roman pertemuan jodoh terutama kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah, dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita, sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan unsur intrinsik karya fiksi. Unsur intrinsik karya sastra, antara lain :
·         Amanat adalah pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan, kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
·         Plot/Alur adalah jalan cerita/rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Tahap-tahap alur, antara lain :
1.  Tahap perkenalan/Eksposisi adalah tahap permulaan suatu cerita yang dimulai dengan suatu kejadian, tetapi  belum ada ketegangan (perkenalan para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, penggambaran tempat)
2. Tahap pertentangan /Konflik adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antara pelaku-pelaku (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya). Konflik ada dua yaitu :         
a)      konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam diri tokoh.
b)       konflik eksternal adalah konflik yang terjadi di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik   tokoh dengan lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh denganTuhan dll).
3.       Tahap penanjakan konflik/Komplikasi adalah tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit   (nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar).
4.  Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan nasip pelaku sudah   mulai dapat diduga, kadang dugaan itu tidak terbukti pada akhir cerita).
5.      Tahap penyelesaian adalah tahap akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung, tanpa ada penyelesaian.

·         Macam-Macam Alur
1.      Alur maju adalah peristiwa –peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa datang.
2.   Alur mundur/Sorot balik/Flash baca adalah peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa kini, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh.
3.   Alur gabungan/Campuran adalah peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi..
·         Latar/Setting
Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam sebuah cerita. Macam-macam latar yaitu :
1)      Latar tempat adalah latar dimana pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll).
2)      Latar waktu adalah kapan cerita itu terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll).
3)      Latar suasana adalah dalam keadaan dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll.


·         Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya. Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan. Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan. 1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema. Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang banyak dibicarakan.
·         Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca. Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca. Ada tiga cara untuk melukiskan watak tokoh yaitu :
a)      Analitik adalah pengarang langsung menceritakan watak tokoh.
b)       Dramatik adalah pengarang melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung. Bisa melalui tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
c)      Campuran adalah gabungan analitik dan dramatik. Pelaku dalam cerita dapat berupa manusia , binatang, atau benda-benda mati yang diinsankan. Selain itu, pelaku atau tokoh dibagi menjadi beberapa peran antara lain :
§  Pelaku utama adalah pelaku yang memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan kejadian.
§  Pelaku pembantu adalah pelaku yang berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pahlawan mungkin juga sebagai penentang pelaku utama.
§  Pelaku protagonist adalah pelaku yang memegang watak tertentu yang membawa ide kebenaran.(jujur,setia,baik hati dll).
§  Pelaku antagonis adalah pelaku yang berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll).
§  Pelaku tritagonis adalah pelaku yang dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan tokoh penengah

·         Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248). Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja, akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si ”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku” mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku” dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
2.3 Unsur Ekstrinsik Karya Sastra
unsur-unsur yang berada di luar novel. tetapi secara tidak langsung mempengaruhi system organisme karya sastra. Secara lebih spesifik, unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bisa dibilang sebagai unsur yang membangun sebuah karya sastra. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik  karya sastra tetap harus diperhatikan sebagai sesuatu yang penting. Beberapa unsur ekstrinsik novel di antaranya :
  1. Sejarah pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita yang
    dibuatnya.
  2. Situasi dan Kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil
    karya.
  3. Nilai-nilai dalam cerita
Dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
    • Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
    • Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting  dan bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian, kepercayaan, upacara adat).
    • Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma
      dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong,
      dan tenggang rasa).
    • Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan seni, keindahan
      dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
2.4 Aliran Atau Isi Prosa Fiksi
Sastra fiksi baik itu roman, novel maupun cerita pendek pada umumnya merupakan gambaran pengalaman ahir dan bathin si pengarang (Sutresna, 2006: 42). Setiap orang termasuk pengarang sebagai anggota masyarakat masing-masing mempunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda baik itu pengalaman lahir maupun bathinnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalu masing-masing pengarang mempunyai kegemaran, keinginan, perasaan, dan pemikiran yang berbeda-beda pula. Sehubungan dengan hal itu, perlu disadari bahwa pengarang adalah subyek yang memiliki eksistensi tersendiri, baik pada hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal. Tiap-tiap keberadaan individu pengarang yang berbeda inilah menyebabkan wujud dan isi karya sastranya akan menjadi berbeda.  Menurut Sutresna dalam bukunya prosa fiksi, aliran-Aliran dalam karya sastra antara lain:
§  Aliran realisme ialah aliran yang ingin mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus obyektif karena pengaranag melukiskan dunia kenyataan. Segala-galanya digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya, tak boleh disertakannya. Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia hanya penonton yang obyektif.
§   Aliran naturalisme ingin melukiskan keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang naturalis tidak segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.  Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
§  Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bias diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran karena akibat peperangan, dan sebagainya. Yang menjadi soal dalam karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara pengarang melukiskan juga naturalistic.
§  Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.Pengarang takkan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah lukisan beraliran impresionisme.
§  Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan aliran realisme. Pengarang romantis mengawan kea lam khayal, lukisannya indah membawa pembaca kea lam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang  muluk-muluk.
§  Aliran mistisme adalah dalam aliran ini terasa ciptaan yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari dan mendekatkan dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib. Contohnya dapat dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri (pujangga lama), Amir Hamzah (Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
§  Aliran realitasnya bercampur angan-angan, mala angan-angan amat mempengaruhi bentuk lukisan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa, pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik, suara, musik, pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka di dalam tulisan, hal-hal seperti itu harus dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru untuk menyatakan keseluruhan itu sekaligus.
§  Aliran surrealisme ialah aliran yang mengemukakan realitasnya (kenyataan) bercampur angan-angan. Angan-angan seorang pembuat karya sastra akan mempengaruhi bentuk dan arti karya sastra yang dibuatnya karena didalamnya terdapat pernyataan jiwa.
§  Aliran melankolis merupakan aliran karya sastra dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis, sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India, cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk melankholisme.
§  Aliran Ironisme merupakan aliran yang mementingkan nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau perilaku tokoh tertentu.
§  Aliran ekspresionisme adalah aliran dalam karya seni, yang mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata . Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak.





BAB III
PEMBAHASAN
A.    Ringkasan Roman Pertemuan Jodoh
Ketika perjalanan menuju Bandung dengan menggunakan kereta api. Secara tidak sengaja, seorang pemuda mempersilahkan tempat duduknya kepada Ratna karena tempat duduk yang lain telah penuh. Pemuda itu bernama Suparta, seorang pelajar dari STOVIA Jakarta. Ratna sendiri kini bersekolah di Frobelkweeschool. Mereka pun berkenalan satu sama lain. Ternyata, perkenalan itu membuat mereka saling menanam benih- benih cinta diantara masing-masing.
Liburan tiba, Suparta mengajak Ratna untuk pergi mengunjungi rumahnya di Sumedang. Ternyata, Suparta ingin memperkenalkan Ratna pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, Nyai Raden Tedja Ningrum tidak begitu bersahabat terhadap Ratna setelah tahu bahwa Ratna berasal dari keturunan orang biasa dan bukan seorang bangsawan. Selama disana, Ratna selalu disinggung oleh Ibu Suparta tentang calon istri Suparta yaitu Nyai Raden Siti Halimah yang tidak lain ialah teman sekelasnya di Frobelkweeschool. Mendengar hal itu Ratna merasa sakit hati
Sejak saat itu, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut. Ia pun berusaha untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, ia diterima menjadi pramusaji di sebuah toko. Disamping gajinya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga ia pergunakan untuk membiayai sekolah adiknya. Malang bagi Ratna, belum lama bekerja di toko tersebut. Ia pun harus di PHK, begitupun dengan para pekerja yang lain. Toko itu harus ditutup atas perintah pengadilansebab ada sesuatu yang belum terpenuhi.
Namun, Ratna tidak putus asa. Ia mencoba untuk tetap tabah dan mencari pekerjaan yang lain. Pernah, ia melamar pekerjaan ke kantor advokat, namun tidak berhasil dikarenakan pimpinan advokatnya itu selalu menggodanya. Tanpa disengaja, Ratna lewat di depan rumah mewah milik Nyonya dan Tuan Kornel. Ia pun mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya ia diterima sebagai ibu rumahtangga
Nasib malang harus diterima Ratna lagi, salah seorang pembantu lain, Jene memfitnah bahwa Ratna telah mencuri perhiasan milik Nyonya Kornel. Ratna pun dilaporkan ke Polisi oleh Nyonya Kornel, sehingga ia ditangkap. Ratna yang merasa tidak melakukannya, bergegas melarikan diri ketika polisi yang menjaganya tertidur lelap. Ia melarikan diri dengan cara terjun ke Sungai Kwitang. Untung saja, nyawanya berhasil diselamatkan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Beruntung bagi Ratna, sebab tepat waktu itu ia dirawat oleh kekasihnya sendiri, Suparta. Kini, Suparta telah berprofesi menjadi dokter tetap di rumah sakit itu. Betapa gembiranya Suparta bertemu dengan Ratna di rumah sakit. Sebab sampai saat ini, dia sudah mencari Ratna kemana- mana namun tidak berhasil. Kini, Ibu Suparta sudah menerima keadaan Ratna apa adanya. Sayang, Ratna sendiri hilang bagai ditelan bumi. Beberapa tempat telah dicari oleh Suparta. Bahkan dia pergi ke Tagogapu, rumah orang tua Ratna tapi Ratna tidak ada di sana. Kemudian, Suparta pergi ke Kebon Sirih atas saran orang tua Ratna yang memberitakan kalau Ratna tinggal disana. Ternyata, kedatangan Suparta telah terlambat sebab saat itu Ratna dan adiknya sudah berangkat ke Jakarta. Suparta pun sampai putus asa mencari kesana- sini. Beruntung baginya, tiba- tiba saja ia bertemu Ratna yang sedang terluka di rumah sakit
Ratna menceritakan semua kejadian yang terjadi, sehingga ia bisa sampai di rumah sakit. Dokter Suparta pun berusaha keras menolong kekasihnya itu. Dia mencari seorang pengacara guna menemani Ratna di pengadilan atas tuduhan pencurian perhiasaan milik Nyonya Kornel. Setelah diadili, ternyata Ratna tidak bersalah melainkan Amat yang mencuri perhiasan itu. Amat adalah kekasih Jene. Jene tidak dihukum melainkan Amat yang dihukum. Pengadilan itu juga telah mempertemukan Ratna dengan adiknya, Sudarma. Kini Sudarma menjadi schatter pegadaian di Purwakarta yang saat itu bertindak sebagai saksi mata atas kejadian itu. Oleh Suparta dan adiknya, Ratna disuruh beristirahat di paviliun yang bernama Bidara Cina. Hanya Suparta dan Sudarma yang diperkenankan memeriksa kesehatan Ratna.
Setelah Ratna sehat, Dokter Suparta melamar Ratna. Akhirnya, mereka pun menikah namun pestanya dilaksanakan di rumah Sudarma. Setelah menikah, mereka berdua kembali ke Tagogapu untuk tinggal di rumah tuan atmaja. Rumah itu dibangun atas bantuan Suparta sebagai hadiah perkawinan mereka.


B.     Unsur Intrinsik
1.      Tema
Tema dari roman Pertemuan Jodoh adalah kisah percintaan antara bangsawan dan orang pribumi. Roman ini mengisahkan tentang hubungan antara Suparta dengan Ratna yang awalnya tidak disetujui oleh Ibu Suparta. Ketidaksetujuan tersebut disebabkan oleh perbedaan keturunan (perbedaan derajat). Namun pada akhirnya Ibunda Suparta menyetujui hubungan mereka berdua.
2.      Alur (Plot)
Roman Pertemuan Jodoh menggunakan alur maju. Cerita dimulai dari pengenalan tokoh, timbulnya masalah, puncak konflik, dan diakhiri dengan penyelesaian.
-          Pengenalan tokoh
Suparta adalah anak seorang bangsawan. Dia kuliah di Top Opleiding Voor Indische Artsn, nama sekolah Dokter sebelum dijadikan sekolah tinggi di zaman Hindia Belanda.
Ratna adalah gadis pribumi yang menjalin hubungan dengan Suparta. Ratna kuliah di Sekolah Rakyat. Ratna dan Suparta pertama kali bertemu di kereta dari Jakarta hendak ke Bandung. Mulai dari situlah hubungan mereka terjalin.
-          Timbulnya masalah
Setelah Ratna dipertemukan dengan Ibu Suparta yang bernama Nyai Raden Teja Ninrum, Teja Ningrum tidak merestui hubungan mereka berdua karena Ratna bukan keturunan orang Bangsawan.
-          Puncak Konflik
Sejak hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh pihak Suparta, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut.
-          Penyelesaian Konflik
Ketika Ratna terkena musibah dan masuk rumah sakit, di sanalah Ia bertemu kembali dengan Suparta, mantan kekasihnya. Sejak itulah mereka menjalin hubungan yang sempat terpisah. Seiring berjalannya waktu sang Ibu Suparta pun merestui hubungan merka berdua.

3.      Tokoh dan Penokohan
-          Ratna : Perempuan terpelajar, baik, pekerja keras, dan sabar menghadapi segala macam cobaan.
-          Suparta : Pemuda terpelajar, bijaksana, dan berprofesi sebagai dokter. Dia adalah kekasih Ratna.
-          Ayah Suparta : Seorang bangsawan yang selalu memegang adat istiadat.
-          Ny. Raden Tedja Ningrum : Ibu kandung Suparta. Seorang bangsawan yang selalu membanggakan kekayaannya.
-          Ny Raden Siti Halimah : Wanita pilihan Ibu Suparta.
-          Tn. Dan Ny. Kornel : Orang Belanda yang kaya dan rendah hati.
-          Jene : Pembantu yang bekerja di rumah orang Belanda. Dia mempunyai perangai yang buruk.
-          Amat : pacar Jene yang memilki sifat tidak tanggung jawab terhadap kesalahannya telah mencuri kalung Ny.Kornel.

4.      Sudut Pandang
Roman Pertemuan Jodoh menggunakan sudut pandang orang ketiga. Abdul Muis menceritakan ceritanya menggunakan nama pemeran tokoh-tokoh dalam roman tersebut.
5.      Latar dan Tempat Kejadian
a)      Tempat terjadinya peristiwa di daerah Pasundan, Jawa Barat. Hal itu terlihat dari:
-          Di stasiun kereta api  Padalarang: pada saat Ratna berangkat ke Bandung.
-          Di kereta api : Ratna bertemu dan berkenalan dengan Suparta saat ia dipersilakan duduk oleh Suparta.
-          Di rumah Suparta (Sumedang) : saat Ratna dikenalkan oleh Suparta kepada ibunya.
-          Sekolah Ratna (Bandung) : keseharian Ratna menjalani kehidupannya selama ia menuntun ilmu keguruan.
-          Sekolah Suparta , yaitu STOVIA (Jakarta) : keseharian Suparta dalam menjalani kehidupannya menuntun ilmu kedokteran.
-          Di rumah Ratna (Tagogapu) : setelah Ratna menikah dengan Suparta, mereka tinggal di rumah itu.
-          Di rumah Tn. & Ny. Kornel : saat Ranta bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
-          Di toko : saat Ratna bekerja sebagai pramusaji.
b)      Suasana yang tergambar dalam roman Pertemuan Jodoh yaitu :
-          Menyedihkan : hal itu terlihat saat hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh ibu Suparta karena perbedaan status. Selain itu, kesedihan juga tampak pada  saat keluarga Ratna mengalami kebangkrutan dan Ia harus putus kuliah. Oleh sebab itu, ia pun bekerja di sebuah toko sebagai pramusaji.  Tetapi, lama –kelamaan toko itu pun bangkrut dan Ratna harus di PHK. Kemudian, karena ia ingin membantu orang tua dan adiknya, Ratna pun bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah Tn. & Ny. Kornel. Namun, selama ia bekerja di sana, ia selalu difitnah oleh teman sekerjanya yang bernama Jane. Jane memfitnah Ratna telah mencuri kalung milik Ny. Kornel. Oleh sebab itulah, Ratna pun masuk penjara.
-          Menegangkan : hal itu terlihat saat Ratna melarikan diri dari penjara dan terjun ke sungai Kwitang untuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Oleh karena itu, Ratna pun masuk rumah sakit.
-          Membahagiakan : hal itu terlihat saat Ratna bertemu kembali dengan Suparta di rumah sakit. Suparta merupakan dokter di rumah sakit itu. Oleh karena itu, supartalah yang merawat Ratna sehingga hubungan mereka pun terjalin kembali sebagai sepasang kekasih. Selain itu, hubungan mereka pun sudah mendapat restu dari ibu Suparta. Suparta dan Ratna pun menikah dan hidup bahagia.

6.      Amanat
-          Tidak membeda-bedakan derajat manusia, manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki Suparta.
-          Tidak selalu menuruti keinginan orang lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-          Ketekunan Suparta dalam belajar, walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
-          Kesabaran dan keteguhan hati Suparta dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan hidup yang dialaminya.
-          Kerendahan hati Ratna dan ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya sekolah adiknya.
-          Tidak dendam dan membalas sikap orang yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh mencuri.
-          Dengan kesabaran, keteguhan hati dan sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta) memperoleh kebahagiaan.
7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang terkandung dalam karya sastra roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis, antara lain :
-          Metafora :             “ jinak-jinak burung merpati”. (halaman 16)
“ …..bagaikan air embun ditimpa cahaya matahari”.
(halaman 12)
-          Hiperbola : “ kongkongan itu ada kalanya terkjalin dari pada benang sutra dan       bunga-bungaan yang harum sedap baunya………” (halaman 21)
“ ......mengajuk lautan kehidupan “. (halaman 22).
-          Personifikasi :   “ …..seolah-olah tergelincir dari rel yang lurus”. (halaman 24)
-          Perumpamaan : “ …..tapi berhati jujur dan tidak sekali-kali suka berminyak air”. (halaman 26)

C.    Unsur Ekstrinsik
1.      Latar belakang penciptaan karya sastra
Roman Pertemuan Jodoh berasal dari luar diri pengarang, karena pada roman ini pengarang hanya sebagai sudut pandang orang ketiga. Pengarang menceritakan karya sastra pertemuan jodoh ini mengisahkan cerita kehidupan masyarakat pada zaman itu.

2.      Sejarah dan latar belakang pengarang
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli  – wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraa. Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda di Bukit tinggi ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian, ia mejadi wartawan di Bandung.
Dengan mengetengahkan tokoh Ratna dalam roman Pertemuan Jodoh, Abdoel Moeis mengkritik perjodohan dan kesetaraan derajat. Dalam roman tersebut masalah adat masih disinggung-singgungnya, bahkan di kritiknya tajam sekali.

3.      Kondisi Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Pengarang menciptakan roman ini berdasarkan kehidupan sosial masyarakat pada masa itu, yaitu tentang kesetaraan derajat dan perjodohan.

4.      Nilai moral
-          Tidak membeda-bedakan derajat manusia, manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki Suparta.
-          Tidak selalu menuruti keinginan orang lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-          Kesabaran dan keteguhan hati Suparta dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan hidup yang dialaminya.
-          Kerendahan hati Ratna dan ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya sekolah adiknya.
-          Tidak dendam dan membalas sikap orang yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh mencuri.
-          Dengan kesabaran, keteguhan hati dan sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta) memperoleh kebahagiaan.
5.      Nilai pendidikan
Ketekunan Suparta dalam belajar, walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
                                     
6.      Nilai sejarah
Diskriminasi kelas sosial di cerita ini sangat terlihat. Contohnya perbedaan terhadap bangsa pribumi dan bangsawan. Di kalangan pribumi pun terjadi diskriminasi terhadap masyarakatnya sendiri. Selain itu, terlihat juga bahwa cerita tersebut mengisahkan sejarah Indonesia dan kehidupan masyaraktnya pada zaman itu.

7.      Relevansi dengan zaman sekarang.
Dalam roman Pertemuan Jodoh, banyak menceritakan tentang perjodohan dan kesetaraan derajat antara orang bangsawan dan pribumi. Pada zaman ini,  hal tersebut dipandang tidak lumrah. Saat ini perjodohan tidak dilakukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat berpandangan bahwa manusia itu sama di mata Tuhan.

D.    Aliran Isi Roman Pertemuan Jodoh
Isi fiksi pada roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moise adalah romantik dan realism karena pengarang dalam menceritakan isi roman tidak hanya bertitik tolak pada alam nyata, tetapi lebih banyak pada alam fantasi, dunia khayal yang tiada batas. Selain itu, pengarang juga mengisahkan karyanya dengan cara mengungkapkan kenyataan hidup sedetail mungkin dan bagaikan bukan karya fiksi karena kisah kehidupan yang diceritakan sesuai kehidupan pada zamannya. Pengarang dalam menggambarkan isi roman melihat situasi kisah nyata masyarakat saat itu. Situasi tersebut digambarkan melalui kisah nyata percintaan antara orang bangsawan dan pribumi. kisah cinta itu tergambarkan di mulai dari bertemunya Suparta dan Ratna. Hingga pada akhirnya mereka menjalin kisah cinta menjadi sepasang kekasih. Banyak lika-liku kisah percintaan yang mereka alami, mulai dari tidak direstuinya hubungan mereka karena perbedaan status hingga mereka terpisah sementara oleh jarak dan waktu. Namun pada akhirnya kisah cinta itu berakhir pada kebahagiaan. Kebahagiaan itu terjadi saat Suparta dan Ratna dipertemukan kembali di rumah sakit, dan pada akhirnya hubungan mereka direstui oleh Ibu Suparta.
D.Biografi Kepengarangan
Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959. Abdul Muis adalah seorang Minangkabau, putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Ayahnya merupakan seorang demang yang keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agama. Selesai dari ELS, Abdul Muis melanjutkan pendidikannya ke Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta. Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana. Abdul Muis memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan. Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Kemudian ia sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan. Pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato disana. Abdul Muis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya di harian berbahasa Belanda De Express, Abdul Muis mengecam seorang Belanda yang sangat menghina bumiputera.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh di Yogyakarta. Tahun 1923 ia mengunjungi Padang Sumatera Barat. Disana ia mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu ia juga dikenakan passentelsel, yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di kota ini ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal : Salah Asuhan.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Dan enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942). Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Tahun 1959 ia wafat dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Karya sastra abdoel moeis antara lain Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia, Pertemuan Jodoh (roman 1933), Surapati (novel 1950), Robert Anak Surapati(novel 1953) sedangkan Karya Terjemahannya yaitu Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923), Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928), Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922), Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950).














BAB IV
PENUTUP
4.1  Simpulan
Dari uraian di atas kami dapat menyimpulkan bahwa roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moies menceritakan tentang dua orang manusia yang sedang jatuh cinta. Tetapi, percintaan mereka mengalami lika-liku dan masalah selalu menimpa kisah percintaan dan kehidupannya karena perbedaan status atau golongan yaitu Ratna dari golongan biasa sedangkan kekasihnya yang bernama suparta dari golongan bangsawan. Namun, pada akhirnya mereka bisa hidup bahagia. Unsur intrinsik yang terkandung dalam roman tersebut adalah tema, tokoh penokohan, amanat, latar, alur, dan sudut pandang. Berbeda halnya dengan itu, unsur ekstrinsik yang terdapat dalam roman tersebut adalah latar belakang penciptaan karya sastra, nilai moral, nilai pendidikan, nilai sejarah, kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan, serta sejarah dan latar belakang pengarang. Selain itu, aliran atau isi prosa pada roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moeis ini adalah aliran realisme romantik karena menceritakan mengenai kenyataan atau realita kehidupan percintaan yaitu mengenai perjodohan pada zaman Belanda yaitu sekitar tahun 30-an. Roman Pertemuan Jodoh diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1933. Roman ini ditulis oleh Abdul Muis, seorang sastrawan yang dilahirkan di Bukittinggi pada 3 Juli 1883, memperoleh pendidikan Barat tapi sayangnya tidak menamatkan sekolah kedokterannya.
4.2 Saran-Saran
Dari uraian di atas kami dapat menyarankan untuk senantiasa membaca dan menelaah apa yang ada di sekitar kita untuk mempertajam pikiran dalam rangka terbentuknyapendidikan karakter, salah satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).



DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Moeis, Abdoel.2001.Pertemuan Jodoh. Jakarta : Balai Pustaka..
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sutresna, Bagus.2006.Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik. Karya sastra saat ini sangat banyak dinikmati masyarakat Indonesia dari dulu hingga sekarang. Karya sastra prosa fiksi dibagi menjadi 3 yaitu roman, novel, dan cerpen. Namun, pada makalah ini yang kami bahas adalah roman. Roman adalah bentuk prosa baru berupa cerita fiksi yang masuk golongan cerita panjang dan  isinya menceritakan kehidupan seseorang atau beberapa orang yang dihubungkan dengan sifat atau jiwa mereka dalam menghadapi lingkungan hidupnya.  Roman merupakan  suatu jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik panjang. Kami menganalisis roman yang berjudul Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis. Kami menganalisis roman tersebut dari segi unsur intrinsik, ekstrinsik, aliran kepengarangan serta sinopsis dari roman tersebut. pertemuan Jodoh karya Abdoel Moeis ini termasuk dalam roman bertendensi dan terbit pertama kali tahun 1932. Pada saat itu percintaan antara seorang keturunan bangsawan dan seseorang dari keturunan biasa dapat dianggap aneh dan bahkan tabu.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sinopsis dari roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis?
2. Apa saja unsur instrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
3. Apa saja unsur ekstrinsik yang terkandung dalam roman pertemuan jodoh?
4. Bagaimana kepengarangan roman pertemuan jodoh?
5. Aliran kepengarangan apa yang digunakan Abdoel Moeis cerita pada roman pertemuan jodoh? 
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari analisis roman ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang ringkasan cerita atau sinopsis roman pertemuan jodoh, mengetahui dan memahami unsur intrinsik, unsur ekstrinsik serta kepengarangan roman pertemuan jodoh.  
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.
1.      Manfaat Teoretis yaitu Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai teori analisis roman dalam sebuah karya prosa fiksi. Analisis ini juga diharapkan mampu memberi sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam mengungkap roman Pertemuan Jodoh karangan Abdoel Moeis.
2.      Manfaat Praktis yaitu secara praktis analisis roman ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam roman pertemuan jodoh terutama kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah, dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita, sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan unsur intrinsik karya fiksi. Unsur intrinsik karya sastra, antara lain :
·         Amanat adalah pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan, kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup.
·         Plot/Alur adalah jalan cerita/rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Tahap-tahap alur, antara lain :
1.  Tahap perkenalan/Eksposisi adalah tahap permulaan suatu cerita yang dimulai dengan suatu kejadian, tetapi  belum ada ketegangan (perkenalan para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, penggambaran tempat)
2. Tahap pertentangan /Konflik adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antara pelaku-pelaku (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya). Konflik ada dua yaitu :         
a)      konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam diri tokoh.
b)       konflik eksternal adalah konflik yang terjadi di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik   tokoh dengan lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh denganTuhan dll).
3.       Tahap penanjakan konflik/Komplikasi adalah tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit   (nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar).
4.  Tahap klimaks adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan nasip pelaku sudah   mulai dapat diduga, kadang dugaan itu tidak terbukti pada akhir cerita).
5.      Tahap penyelesaian adalah tahap akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung, tanpa ada penyelesaian.

·         Macam-Macam Alur
1.      Alur maju adalah peristiwa –peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa datang.
2.   Alur mundur/Sorot balik/Flash baca adalah peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa kini, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh.
3.   Alur gabungan/Campuran adalah peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi..
·         Latar/Setting
Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam sebuah cerita. Macam-macam latar yaitu :
1)      Latar tempat adalah latar dimana pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll).
2)      Latar waktu adalah kapan cerita itu terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll).
3)      Latar suasana adalah dalam keadaan dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll.


·         Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya. Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan. Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan. 1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema. Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang banyak dibicarakan.
·         Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca. Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca. Ada tiga cara untuk melukiskan watak tokoh yaitu :
a)      Analitik adalah pengarang langsung menceritakan watak tokoh.
b)       Dramatik adalah pengarang melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung. Bisa melalui tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.
c)      Campuran adalah gabungan analitik dan dramatik. Pelaku dalam cerita dapat berupa manusia , binatang, atau benda-benda mati yang diinsankan. Selain itu, pelaku atau tokoh dibagi menjadi beberapa peran antara lain :
§  Pelaku utama adalah pelaku yang memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan kejadian.
§  Pelaku pembantu adalah pelaku yang berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pahlawan mungkin juga sebagai penentang pelaku utama.
§  Pelaku protagonist adalah pelaku yang memegang watak tertentu yang membawa ide kebenaran.(jujur,setia,baik hati dll).
§  Pelaku antagonis adalah pelaku yang berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll).
§  Pelaku tritagonis adalah pelaku yang dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan tokoh penengah

·         Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248). Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja, akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si ”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku” mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku” dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
2.3 Unsur Ekstrinsik Karya Sastra
unsur-unsur yang berada di luar novel. tetapi secara tidak langsung mempengaruhi system organisme karya sastra. Secara lebih spesifik, unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bisa dibilang sebagai unsur yang membangun sebuah karya sastra. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik  karya sastra tetap harus diperhatikan sebagai sesuatu yang penting. Beberapa unsur ekstrinsik novel di antaranya :
  1. Sejarah pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita yang
    dibuatnya.
  2. Situasi dan Kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil
    karya.
  3. Nilai-nilai dalam cerita
Dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh
pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
    • Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
    • Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting  dan bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian, kepercayaan, upacara adat).
    • Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma
      dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong,
      dan tenggang rasa).
    • Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan seni, keindahan
      dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
2.4 Aliran Atau Isi Prosa Fiksi
Sastra fiksi baik itu roman, novel maupun cerita pendek pada umumnya merupakan gambaran pengalaman ahir dan bathin si pengarang (Sutresna, 2006: 42). Setiap orang termasuk pengarang sebagai anggota masyarakat masing-masing mempunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda baik itu pengalaman lahir maupun bathinnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalu masing-masing pengarang mempunyai kegemaran, keinginan, perasaan, dan pemikiran yang berbeda-beda pula. Sehubungan dengan hal itu, perlu disadari bahwa pengarang adalah subyek yang memiliki eksistensi tersendiri, baik pada hal-hal yang bersifat eksternal maupun internal. Tiap-tiap keberadaan individu pengarang yang berbeda inilah menyebabkan wujud dan isi karya sastranya akan menjadi berbeda.  Menurut Sutresna dalam bukunya prosa fiksi, aliran-Aliran dalam karya sastra antara lain:
§  Aliran realisme ialah aliran yang ingin mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus obyektif karena pengaranag melukiskan dunia kenyataan. Segala-galanya digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya, tak boleh disertakannya. Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia hanya penonton yang obyektif.
§   Aliran naturalisme ingin melukiskan keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang naturalis tidak segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.  Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
§  Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bias diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran karena akibat peperangan, dan sebagainya. Yang menjadi soal dalam karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara pengarang melukiskan juga naturalistic.
§  Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.Pengarang takkan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah lukisan beraliran impresionisme.
§  Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan aliran realisme. Pengarang romantis mengawan kea lam khayal, lukisannya indah membawa pembaca kea lam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang  muluk-muluk.
§  Aliran mistisme adalah dalam aliran ini terasa ciptaan yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari dan mendekatkan dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib. Contohnya dapat dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri (pujangga lama), Amir Hamzah (Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
§  Aliran realitasnya bercampur angan-angan, mala angan-angan amat mempengaruhi bentuk lukisan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa, pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik, suara, musik, pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka di dalam tulisan, hal-hal seperti itu harus dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru untuk menyatakan keseluruhan itu sekaligus.
§  Aliran surrealisme ialah aliran yang mengemukakan realitasnya (kenyataan) bercampur angan-angan. Angan-angan seorang pembuat karya sastra akan mempengaruhi bentuk dan arti karya sastra yang dibuatnya karena didalamnya terdapat pernyataan jiwa.
§  Aliran melankolis merupakan aliran karya sastra dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis, sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India, cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk melankholisme.
§  Aliran Ironisme merupakan aliran yang mementingkan nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau perilaku tokoh tertentu.
§  Aliran ekspresionisme adalah aliran dalam karya seni, yang mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata . Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak.





BAB III
PEMBAHASAN
A.    Ringkasan Roman Pertemuan Jodoh
Ketika perjalanan menuju Bandung dengan menggunakan kereta api. Secara tidak sengaja, seorang pemuda mempersilahkan tempat duduknya kepada Ratna karena tempat duduk yang lain telah penuh. Pemuda itu bernama Suparta, seorang pelajar dari STOVIA Jakarta. Ratna sendiri kini bersekolah di Frobelkweeschool. Mereka pun berkenalan satu sama lain. Ternyata, perkenalan itu membuat mereka saling menanam benih- benih cinta diantara masing-masing.
Liburan tiba, Suparta mengajak Ratna untuk pergi mengunjungi rumahnya di Sumedang. Ternyata, Suparta ingin memperkenalkan Ratna pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, Nyai Raden Tedja Ningrum tidak begitu bersahabat terhadap Ratna setelah tahu bahwa Ratna berasal dari keturunan orang biasa dan bukan seorang bangsawan. Selama disana, Ratna selalu disinggung oleh Ibu Suparta tentang calon istri Suparta yaitu Nyai Raden Siti Halimah yang tidak lain ialah teman sekelasnya di Frobelkweeschool. Mendengar hal itu Ratna merasa sakit hati
Sejak saat itu, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut. Ia pun berusaha untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, ia diterima menjadi pramusaji di sebuah toko. Disamping gajinya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga ia pergunakan untuk membiayai sekolah adiknya. Malang bagi Ratna, belum lama bekerja di toko tersebut. Ia pun harus di PHK, begitupun dengan para pekerja yang lain. Toko itu harus ditutup atas perintah pengadilansebab ada sesuatu yang belum terpenuhi.
Namun, Ratna tidak putus asa. Ia mencoba untuk tetap tabah dan mencari pekerjaan yang lain. Pernah, ia melamar pekerjaan ke kantor advokat, namun tidak berhasil dikarenakan pimpinan advokatnya itu selalu menggodanya. Tanpa disengaja, Ratna lewat di depan rumah mewah milik Nyonya dan Tuan Kornel. Ia pun mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya ia diterima sebagai ibu rumahtangga
Nasib malang harus diterima Ratna lagi, salah seorang pembantu lain, Jene memfitnah bahwa Ratna telah mencuri perhiasan milik Nyonya Kornel. Ratna pun dilaporkan ke Polisi oleh Nyonya Kornel, sehingga ia ditangkap. Ratna yang merasa tidak melakukannya, bergegas melarikan diri ketika polisi yang menjaganya tertidur lelap. Ia melarikan diri dengan cara terjun ke Sungai Kwitang. Untung saja, nyawanya berhasil diselamatkan dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Beruntung bagi Ratna, sebab tepat waktu itu ia dirawat oleh kekasihnya sendiri, Suparta. Kini, Suparta telah berprofesi menjadi dokter tetap di rumah sakit itu. Betapa gembiranya Suparta bertemu dengan Ratna di rumah sakit. Sebab sampai saat ini, dia sudah mencari Ratna kemana- mana namun tidak berhasil. Kini, Ibu Suparta sudah menerima keadaan Ratna apa adanya. Sayang, Ratna sendiri hilang bagai ditelan bumi. Beberapa tempat telah dicari oleh Suparta. Bahkan dia pergi ke Tagogapu, rumah orang tua Ratna tapi Ratna tidak ada di sana. Kemudian, Suparta pergi ke Kebon Sirih atas saran orang tua Ratna yang memberitakan kalau Ratna tinggal disana. Ternyata, kedatangan Suparta telah terlambat sebab saat itu Ratna dan adiknya sudah berangkat ke Jakarta. Suparta pun sampai putus asa mencari kesana- sini. Beruntung baginya, tiba- tiba saja ia bertemu Ratna yang sedang terluka di rumah sakit
Ratna menceritakan semua kejadian yang terjadi, sehingga ia bisa sampai di rumah sakit. Dokter Suparta pun berusaha keras menolong kekasihnya itu. Dia mencari seorang pengacara guna menemani Ratna di pengadilan atas tuduhan pencurian perhiasaan milik Nyonya Kornel. Setelah diadili, ternyata Ratna tidak bersalah melainkan Amat yang mencuri perhiasan itu. Amat adalah kekasih Jene. Jene tidak dihukum melainkan Amat yang dihukum. Pengadilan itu juga telah mempertemukan Ratna dengan adiknya, Sudarma. Kini Sudarma menjadi schatter pegadaian di Purwakarta yang saat itu bertindak sebagai saksi mata atas kejadian itu. Oleh Suparta dan adiknya, Ratna disuruh beristirahat di paviliun yang bernama Bidara Cina. Hanya Suparta dan Sudarma yang diperkenankan memeriksa kesehatan Ratna.
Setelah Ratna sehat, Dokter Suparta melamar Ratna. Akhirnya, mereka pun menikah namun pestanya dilaksanakan di rumah Sudarma. Setelah menikah, mereka berdua kembali ke Tagogapu untuk tinggal di rumah tuan atmaja. Rumah itu dibangun atas bantuan Suparta sebagai hadiah perkawinan mereka.


B.     Unsur Intrinsik
1.      Tema
Tema dari roman Pertemuan Jodoh adalah kisah percintaan antara bangsawan dan orang pribumi. Roman ini mengisahkan tentang hubungan antara Suparta dengan Ratna yang awalnya tidak disetujui oleh Ibu Suparta. Ketidaksetujuan tersebut disebabkan oleh perbedaan keturunan (perbedaan derajat). Namun pada akhirnya Ibunda Suparta menyetujui hubungan mereka berdua.
2.      Alur (Plot)
Roman Pertemuan Jodoh menggunakan alur maju. Cerita dimulai dari pengenalan tokoh, timbulnya masalah, puncak konflik, dan diakhiri dengan penyelesaian.
-          Pengenalan tokoh
Suparta adalah anak seorang bangsawan. Dia kuliah di Top Opleiding Voor Indische Artsn, nama sekolah Dokter sebelum dijadikan sekolah tinggi di zaman Hindia Belanda.
Ratna adalah gadis pribumi yang menjalin hubungan dengan Suparta. Ratna kuliah di Sekolah Rakyat. Ratna dan Suparta pertama kali bertemu di kereta dari Jakarta hendak ke Bandung. Mulai dari situlah hubungan mereka terjalin.
-          Timbulnya masalah
Setelah Ratna dipertemukan dengan Ibu Suparta yang bernama Nyai Raden Teja Ninrum, Teja Ningrum tidak merestui hubungan mereka berdua karena Ratna bukan keturunan orang Bangsawan.
-          Puncak Konflik
Sejak hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh pihak Suparta, Ratna tersinggung dan kecewa terhadap Suparta. ia pun mencoba untuk melupakannya. Sayang, kesedihannya tidak berhenti disitu, ia pun harus putus sekolah karena usaha pembakaran kapal milik ayahnya , Tuan Atmaja bangkrut.
-          Penyelesaian Konflik
Ketika Ratna terkena musibah dan masuk rumah sakit, di sanalah Ia bertemu kembali dengan Suparta, mantan kekasihnya. Sejak itulah mereka menjalin hubungan yang sempat terpisah. Seiring berjalannya waktu sang Ibu Suparta pun merestui hubungan merka berdua.

3.      Tokoh dan Penokohan
-          Ratna : Perempuan terpelajar, baik, pekerja keras, dan sabar menghadapi segala macam cobaan.
-          Suparta : Pemuda terpelajar, bijaksana, dan berprofesi sebagai dokter. Dia adalah kekasih Ratna.
-          Ayah Suparta : Seorang bangsawan yang selalu memegang adat istiadat.
-          Ny. Raden Tedja Ningrum : Ibu kandung Suparta. Seorang bangsawan yang selalu membanggakan kekayaannya.
-          Ny Raden Siti Halimah : Wanita pilihan Ibu Suparta.
-          Tn. Dan Ny. Kornel : Orang Belanda yang kaya dan rendah hati.
-          Jene : Pembantu yang bekerja di rumah orang Belanda. Dia mempunyai perangai yang buruk.
-          Amat : pacar Jene yang memilki sifat tidak tanggung jawab terhadap kesalahannya telah mencuri kalung Ny.Kornel.

4.      Sudut Pandang
Roman Pertemuan Jodoh menggunakan sudut pandang orang ketiga. Abdul Muis menceritakan ceritanya menggunakan nama pemeran tokoh-tokoh dalam roman tersebut.
5.      Latar dan Tempat Kejadian
a)      Tempat terjadinya peristiwa di daerah Pasundan, Jawa Barat. Hal itu terlihat dari:
-          Di stasiun kereta api  Padalarang: pada saat Ratna berangkat ke Bandung.
-          Di kereta api : Ratna bertemu dan berkenalan dengan Suparta saat ia dipersilakan duduk oleh Suparta.
-          Di rumah Suparta (Sumedang) : saat Ratna dikenalkan oleh Suparta kepada ibunya.
-          Sekolah Ratna (Bandung) : keseharian Ratna menjalani kehidupannya selama ia menuntun ilmu keguruan.
-          Sekolah Suparta , yaitu STOVIA (Jakarta) : keseharian Suparta dalam menjalani kehidupannya menuntun ilmu kedokteran.
-          Di rumah Ratna (Tagogapu) : setelah Ratna menikah dengan Suparta, mereka tinggal di rumah itu.
-          Di rumah Tn. & Ny. Kornel : saat Ranta bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
-          Di toko : saat Ratna bekerja sebagai pramusaji.
b)      Suasana yang tergambar dalam roman Pertemuan Jodoh yaitu :
-          Menyedihkan : hal itu terlihat saat hubungan Ratna dan Suparta tidak disetujui oleh ibu Suparta karena perbedaan status. Selain itu, kesedihan juga tampak pada  saat keluarga Ratna mengalami kebangkrutan dan Ia harus putus kuliah. Oleh sebab itu, ia pun bekerja di sebuah toko sebagai pramusaji.  Tetapi, lama –kelamaan toko itu pun bangkrut dan Ratna harus di PHK. Kemudian, karena ia ingin membantu orang tua dan adiknya, Ratna pun bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah Tn. & Ny. Kornel. Namun, selama ia bekerja di sana, ia selalu difitnah oleh teman sekerjanya yang bernama Jane. Jane memfitnah Ratna telah mencuri kalung milik Ny. Kornel. Oleh sebab itulah, Ratna pun masuk penjara.
-          Menegangkan : hal itu terlihat saat Ratna melarikan diri dari penjara dan terjun ke sungai Kwitang untuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Oleh karena itu, Ratna pun masuk rumah sakit.
-          Membahagiakan : hal itu terlihat saat Ratna bertemu kembali dengan Suparta di rumah sakit. Suparta merupakan dokter di rumah sakit itu. Oleh karena itu, supartalah yang merawat Ratna sehingga hubungan mereka pun terjalin kembali sebagai sepasang kekasih. Selain itu, hubungan mereka pun sudah mendapat restu dari ibu Suparta. Suparta dan Ratna pun menikah dan hidup bahagia.

6.      Amanat
-          Tidak membeda-bedakan derajat manusia, manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki Suparta.
-          Tidak selalu menuruti keinginan orang lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-          Ketekunan Suparta dalam belajar, walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
-          Kesabaran dan keteguhan hati Suparta dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan hidup yang dialaminya.
-          Kerendahan hati Ratna dan ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya sekolah adiknya.
-          Tidak dendam dan membalas sikap orang yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh mencuri.
-          Dengan kesabaran, keteguhan hati dan sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta) memperoleh kebahagiaan.
7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang terkandung dalam karya sastra roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moeis, antara lain :
-          Metafora :             “ jinak-jinak burung merpati”. (halaman 16)
“ …..bagaikan air embun ditimpa cahaya matahari”.
(halaman 12)
-          Hiperbola : “ kongkongan itu ada kalanya terkjalin dari pada benang sutra dan       bunga-bungaan yang harum sedap baunya………” (halaman 21)
“ ......mengajuk lautan kehidupan “. (halaman 22).
-          Personifikasi :   “ …..seolah-olah tergelincir dari rel yang lurus”. (halaman 24)
-          Perumpamaan : “ …..tapi berhati jujur dan tidak sekali-kali suka berminyak air”. (halaman 26)

C.    Unsur Ekstrinsik
1.      Latar belakang penciptaan karya sastra
Roman Pertemuan Jodoh berasal dari luar diri pengarang, karena pada roman ini pengarang hanya sebagai sudut pandang orang ketiga. Pengarang menceritakan karya sastra pertemuan jodoh ini mengisahkan cerita kehidupan masyarakat pada zaman itu.

2.      Sejarah dan latar belakang pengarang
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli  – wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraa. Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda di Bukit tinggi ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian, ia mejadi wartawan di Bandung.
Dengan mengetengahkan tokoh Ratna dalam roman Pertemuan Jodoh, Abdoel Moeis mengkritik perjodohan dan kesetaraan derajat. Dalam roman tersebut masalah adat masih disinggung-singgungnya, bahkan di kritiknya tajam sekali.

3.      Kondisi Masyarakat Saat Karya Sastra Diciptakan
Pengarang menciptakan roman ini berdasarkan kehidupan sosial masyarakat pada masa itu, yaitu tentang kesetaraan derajat dan perjodohan.

4.      Nilai moral
-          Tidak membeda-bedakan derajat manusia, manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang penting manusia itu mempunyai moral yang baik. Sikap rendah hati dan tidak sombong yang dimiliki Suparta.
-          Tidak selalu menuruti keinginan orang lain (termasuk ibunya). Suparta hormat pada ibunya, namun pendapat Suparta bertentangan dengan ibunya dalam memilih jodoh. Suparta mempunyai prinsip hidup sendiri, asalkan baik, boleh tetap dijalankan.
-          Kesabaran dan keteguhan hati Suparta dalam menanti gadis pujaannya Ratna, juga menanti kepulihan Ratna dari tekanan hidup yang dialaminya.
-          Kerendahan hati Ratna dan ketidakputusasaannya dalam mempertahankan hidup. Ratna tidak gengsi menerima pekerjaan sebagai pembantu untuk mempertahankan hidup dan membantu biaya sekolah adiknya.
-          Tidak dendam dan membalas sikap orang yang telah menyakitinya. Ratna difitnah teman kerjanya (Jene) dan dituduh mencuri.
-          Dengan kesabaran, keteguhan hati dan sifat yang tidak mudah putus asa akhirnya keduanya (Ratna dan Suparta) memperoleh kebahagiaan.
5.      Nilai pendidikan
Ketekunan Suparta dalam belajar, walaupun ia mengalami patah hati (putus cinta dengan Ratna). Suparta tetap tekun belajar dan akhirnya menjadi dokter.
                                     
6.      Nilai sejarah
Diskriminasi kelas sosial di cerita ini sangat terlihat. Contohnya perbedaan terhadap bangsa pribumi dan bangsawan. Di kalangan pribumi pun terjadi diskriminasi terhadap masyarakatnya sendiri. Selain itu, terlihat juga bahwa cerita tersebut mengisahkan sejarah Indonesia dan kehidupan masyaraktnya pada zaman itu.

7.      Relevansi dengan zaman sekarang.
Dalam roman Pertemuan Jodoh, banyak menceritakan tentang perjodohan dan kesetaraan derajat antara orang bangsawan dan pribumi. Pada zaman ini,  hal tersebut dipandang tidak lumrah. Saat ini perjodohan tidak dilakukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat berpandangan bahwa manusia itu sama di mata Tuhan.

D.    Aliran Isi Roman Pertemuan Jodoh
Isi fiksi pada roman pertemuan jodoh karangan Abdoel Moise adalah romantik dan realism karena pengarang dalam menceritakan isi roman tidak hanya bertitik tolak pada alam nyata, tetapi lebih banyak pada alam fantasi, dunia khayal yang tiada batas. Selain itu, pengarang juga mengisahkan karyanya dengan cara mengungkapkan kenyataan hidup sedetail mungkin dan bagaikan bukan karya fiksi karena kisah kehidupan yang diceritakan sesuai kehidupan pada zamannya. Pengarang dalam menggambarkan isi roman melihat situasi kisah nyata masyarakat saat itu. Situasi tersebut digambarkan melalui kisah nyata percintaan antara orang bangsawan dan pribumi. kisah cinta itu tergambarkan di mulai dari bertemunya Suparta dan Ratna. Hingga pada akhirnya mereka menjalin kisah cinta menjadi sepasang kekasih. Banyak lika-liku kisah percintaan yang mereka alami, mulai dari tidak direstuinya hubungan mereka karena perbedaan status hingga mereka terpisah sementara oleh jarak dan waktu. Namun pada akhirnya kisah cinta itu berakhir pada kebahagiaan. Kebahagiaan itu terjadi saat Suparta dan Ratna dipertemukan kembali di rumah sakit, dan pada akhirnya hubungan mereka direstui oleh Ibu Suparta.
D.Biografi Kepengarangan
Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959. Abdul Muis adalah seorang Minangkabau, putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Ayahnya merupakan seorang demang yang keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agama. Selesai dari ELS, Abdul Muis melanjutkan pendidikannya ke Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta. Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana. Abdul Muis memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan. Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Kemudian ia sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan. Pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato disana. Abdul Muis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya di harian berbahasa Belanda De Express, Abdul Muis mengecam seorang Belanda yang sangat menghina bumiputera.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh di Yogyakarta. Tahun 1923 ia mengunjungi Padang Sumatera Barat. Disana ia mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu ia juga dikenakan passentelsel, yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di kota ini ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal : Salah Asuhan.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Dan enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942). Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Tahun 1959 ia wafat dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Karya sastra abdoel moeis antara lain Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia, Pertemuan Jodoh (roman 1933), Surapati (novel 1950), Robert Anak Surapati(novel 1953) sedangkan Karya Terjemahannya yaitu Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923), Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928), Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922), Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950).














BAB IV
PENUTUP
4.1  Simpulan
Dari uraian di atas kami dapat menyimpulkan bahwa roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moies menceritakan tentang dua orang manusia yang sedang jatuh cinta. Tetapi, percintaan mereka mengalami lika-liku dan masalah selalu menimpa kisah percintaan dan kehidupannya karena perbedaan status atau golongan yaitu Ratna dari golongan biasa sedangkan kekasihnya yang bernama suparta dari golongan bangsawan. Namun, pada akhirnya mereka bisa hidup bahagia. Unsur intrinsik yang terkandung dalam roman tersebut adalah tema, tokoh penokohan, amanat, latar, alur, dan sudut pandang. Berbeda halnya dengan itu, unsur ekstrinsik yang terdapat dalam roman tersebut adalah latar belakang penciptaan karya sastra, nilai moral, nilai pendidikan, nilai sejarah, kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan, serta sejarah dan latar belakang pengarang. Selain itu, aliran atau isi prosa pada roman pertemuan jodoh karya Abdoel Moeis ini adalah aliran realisme romantik karena menceritakan mengenai kenyataan atau realita kehidupan percintaan yaitu mengenai perjodohan pada zaman Belanda yaitu sekitar tahun 30-an. Roman Pertemuan Jodoh diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1933. Roman ini ditulis oleh Abdul Muis, seorang sastrawan yang dilahirkan di Bukittinggi pada 3 Juli 1883, memperoleh pendidikan Barat tapi sayangnya tidak menamatkan sekolah kedokterannya.
4.2 Saran-Saran
Dari uraian di atas kami dapat menyarankan untuk senantiasa membaca dan menelaah apa yang ada di sekitar kita untuk mempertajam pikiran dalam rangka terbentuknyapendidikan karakter, salah satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).



DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Moeis, Abdoel.2001.Pertemuan Jodoh. Jakarta : Balai Pustaka..
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sutresna, Bagus.2006.Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

1 komentar:

  1. terima kasih telah membantu. akan sangat mudah kalau membuat skripsi

    BalasHapus