Selasa, 17 Desember 2013

MAKALAH BELAJAR PEMBELAJARAN




 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan di kontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Di negara-negara berkembang, adopsi sistem pendidikan dari luar sering kali mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna sistem pendidikan tersebut diragukan.
Generasi muda banyak yang memberontak terhadap metode-metode dan sistem pendidikan yang ada. Bahaya yang dapat di timbulkan dari keadaan tersebut bukan hanya bentrokan-bentrokan dan malapetaka, melainkan justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya sifat-sifat perikemanusiaan. Sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hancur. Pola pikir yang semula terstruktur rapi menjadi kacau dan tidak menentu. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian (Degeng, 2000). Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyerangan pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan keragaman/perbedaan. Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik demi mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik.
Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar. Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari belajar, karena dengan belajarmanusia menjadi mengerti dan paham tentang hal – hal yang sebelumnya belum mereka ketahui. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan persepsi manusia. Oleh karena itu, seseorang harus menguasai prinsip – prinsip dasar belajar agar mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam psikologis dan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses belajar dapat berwujud perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (inner behavior). Perilaku yang tampak misalnya menulis, memukul, menendang sedangkan perilaku yang tidak tampak misalnya berfikir, bernalar dan berkhayal. Untuk itu, agar aktivitas belajar dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus atau proses belajar untuk peserta didik harus dirancang secara matang, menarik, dan spesifik sehingga peserta didik mudah memahami dan merespon positif materi yang diberikan. Meskipun pengajar sudah merancang sedemikian rupa kadang masih sulit untuk peserta didik dalam mengerti dan paham pada materi yang diberikan. Oleh karena itu, pengajar harus mampu menggunakan berbagai cara agar peserta didik mampu memahami apa yang sudah diberikan oleh pengajar.
            Sistem pendidikan yang dianut bukan lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal realitas diri dan dunianya, melainkan suatu upaya pembutaan kesadaran yang disengaja dan terencana ( Berybe, 2001 dalam Belajar dan Pembelajaran, 2005:4) yang menutup proses perubahan dan perkembangan. Teori stimulus-respon yang sudah bertahun-tahun dianut dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, tampak sekali mendukung sistem pendidikan di atas. Teori ini mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.  Mengapa demikian? Jawabannya haruslah diketahui semua orang terutama oleh golongan cendakiawan. Disamping itu, penting juga diketahui tokoh-tokoh yang mendukung keberlangsungan teori behavioristik guna mengaplikasikan keberadaan teori yang memang benar-benar berperan penting dalam kegiatan pembelajaran.

1.2    Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai kajian dari pembuatan makalah ini diantaranya :
1.      Jelaskan  pengertian belajar menurut pandangan teori behavioristik?
2.      Bagaimanakah teori-teori belajar menurut para tokoh aliran behavioristik ?
3.      Bagaimanakah aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran ?
4.      Bagaimanakah implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran?
5.      Apa tujuan pembelajaran teori behavioristik?
6.      Apa saja keunggulan dan kelemahan dari teori belajar behavioristik?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan atau pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik.
2.      Untuk mengetahui pandangan para tokoh mengenai teori belajar behavioristik.
3.      Untuk mengetahui bagaimana aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui bagaimana implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran.
5.      Untuk mengetahui tujuan pembelajaran teori behavioristik.
6.      Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari teori belajar behavioristik.



1.4  Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai ajang berpikir kritis tentang sinergitas antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi riil di lapangan.
2.      Bahan acuan bagi analisis Membangun pola hubungan yang sinergis   antara Mahasiswa dengan masayarakat sekitar mengenai teori belajar behavioristik.
3.      Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai pengertian, aplikasi, dan tujuan pembelajaran teori behavioristik sebagai wujud penanaman karakter bangsa.
4.      Memberikan penjelasan kepada mahasiswa akan teori pembelajaran behavioristik sehingga makalah ini dapat dijadikan referensi baik pada mahasiswa itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.









BAB  II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Behavioristik
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,  mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip-prinsip teori behaviorisme, antara lain:
a.       Obyek psikologi adalah tingkah laku
b.      Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
c.       Mementingkan pembentukan kebiasaan

Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik, antara lain:
a)      Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
b)      Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
c)      Mementingkan peranan reaksi (respon)
d)     Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
e)      Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
f)       Mementingkan pembentukan kebiasaan.
g)      Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.




2.2   Teori-Teori Belajar Menurut Para Pakar Aliran Behavioristik
1.        Teori Belajar Menurut  Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku  akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkret, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkret yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut pula sebagai  aliran Koneksionisme.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a)      Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b)      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hukum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c)      Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. 
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktivitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
2.        Teori Belajar Menurut Watson
Watson adalah seorang tokoh beraliran behavioristik yang datang sesudah  Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respons  yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Dengan kata lain , walaupun dia mengakui  adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang akan terjadi setelah sesorang melakukan tindak belajar.

3.        Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang  belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi  yang yang dikembangkan  oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga  kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah  Skinner memperkenalkan teorinya.  Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di labolatorium.


4.        Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Chark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu  mengubah kebiasaan dan perilaku seseorang.

5.        Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukan kosepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh- tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi bentuk  respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
            Teori behavioristik banyak di kritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks sebab banyak hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekadar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberikan stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan – alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat  mengganti stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal- hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
            Seperti yang dikatakan sebelumnya oleh tokoh Guthrie, bahwa hukuman memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Namun tokoh Skinner  tidak sependapat dengan pendapat Guthrie. Tokoh Skinner beralasan sebagai berikut.
a.       Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
b.      Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum ) bila hukuman berlangsung terlalu lama.
c.       Hukuman membuat si terhukum mencari cara lain ( baik salah atau buruk ) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.
            Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak  sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan ( sebagai stimulus ) agar respon yang  akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif ( sebagai stimulus ) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu di hukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika ada sesuatu yang  tidak mengenakan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) maka harus  dikurangi dan pengurangan ini mendorong siswa untuk meperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif. Keduannya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respon.
      Adapun  beberapa prinsip belajar Skinner yakni sebagai berikut:
a.       Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan.
b.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.       Materi pelajaran yang digunakan adalah sistem modul.
d.      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e.       Dalam proses pembelajaran tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari adanya hukuman
f.       Dalam pembelajaran digunakan shaping.
2.3 Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat di analisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.


2.4   Implikasi Teori Belajar Behavioristik
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan behaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

2.5   Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

   2.6   Keunggulan dan Kelemahan Teori Behavioristik
      a)  Keunggulan Teori Behavioristik, yaitu:
1.            Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.            Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar

             b) Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut :
1.            Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2.            Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang   didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.





BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
1.      Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
2.      Pengertian belajar menurut para pakar
a)      Teori Belajar Menurut  Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
b)      Teori Belajar Menurut Watson belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respons  yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.
c)      Teori Belajar Menurut Clark Hull, menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang  belajar.
d)      Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie, ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Chark dan Hull.
e)      Teori Belajar Menurut Skinner, Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukan kosepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.    
3.      Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
4.      Implikasi Teori Belajar Behavioristik
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
5.      Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
6.    Keunggulan dan Kelemahan Teori Behavioristik
·         Keunggulan Teori Behavioristik, yaitu:
a.       Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b.      Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
·         Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut :
a.       Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru.
b.      Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang   didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

3.2  Saran
Kami menyadari penyusunan dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa di balik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

http://zidandemak.blogspot.com/2011/12/teori-belajar-behavioristik.html

http://muhammad-win-afgani.blogspot.com/2008/06/teori-belajar-aliran-behavioristik.html

http://psikologi.or.id/

http://id.wikipedia.org/wiki/behaviorisme\


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar