BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui
belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi
tertentu yang dapat diamati, diubah dan di kontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan
manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan
intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan
sikap. Di
negara-negara berkembang, adopsi sistem pendidikan dari luar sering kali
mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada
sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna sistem
pendidikan tersebut diragukan.
Generasi muda banyak
yang memberontak terhadap metode-metode dan sistem pendidikan yang ada. Bahaya
yang dapat di timbulkan dari keadaan tersebut bukan hanya bentrokan-bentrokan
dan malapetaka, melainkan justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya
sifat-sifat perikemanusiaan. Sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
menjadi hancur. Pola pikir yang semula terstruktur rapi menjadi kacau dan tidak
menentu. Praktek-praktek
pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoritik dan
konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran
selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan
harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian
(Degeng, 2000). Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyerangan pada
berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman
ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan
keragaman/perbedaan.
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik demi mencapai
kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik.
Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar
mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses
memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat
digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar. Dalam kehidupan manusia
tidak bisa terlepas dari belajar, karena dengan belajarmanusia menjadi mengerti
dan paham tentang hal – hal yang sebelumnya belum mereka ketahui. Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dalam lingkungan. Belajar memegang peranan penting di
dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan
persepsi manusia. Oleh karena itu, seseorang harus menguasai prinsip – prinsip
dasar belajar agar mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan
penting dalam psikologis dan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses belajar
dapat berwujud perilaku yang tampak (overt
behavior) dan perilaku yang tidak tampak (inner behavior). Perilaku yang tampak misalnya menulis, memukul,
menendang sedangkan perilaku yang tidak tampak misalnya berfikir, bernalar dan
berkhayal. Untuk itu, agar aktivitas belajar dapat mencapai hasil belajar yang
optimal, maka stimulus atau proses belajar untuk peserta didik harus dirancang
secara matang, menarik, dan spesifik sehingga peserta didik mudah memahami dan
merespon positif materi yang diberikan. Meskipun pengajar sudah merancang
sedemikian rupa kadang masih sulit untuk peserta didik dalam mengerti dan paham
pada materi yang diberikan. Oleh karena itu, pengajar harus mampu menggunakan
berbagai cara agar peserta didik mampu memahami apa yang sudah diberikan oleh
pengajar.
Sistem pendidikan yang dianut bukan
lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal realitas diri
dan dunianya, melainkan suatu upaya pembutaan kesadaran yang disengaja dan
terencana ( Berybe, 2001 dalam Belajar
dan Pembelajaran, 2005:4) yang menutup proses perubahan dan perkembangan.
Teori stimulus-respon yang sudah bertahun-tahun dianut dan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran, tampak sekali mendukung sistem pendidikan di atas. Teori
ini mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Mengapa demikian? Jawabannya haruslah
diketahui semua orang terutama oleh golongan cendakiawan. Disamping itu,
penting juga diketahui tokoh-tokoh yang mendukung keberlangsungan teori
behavioristik guna mengaplikasikan keberadaan teori yang memang benar-benar
berperan penting dalam kegiatan pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar
belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai kajian dari
pembuatan makalah ini diantaranya :
1.
Jelaskan
pengertian belajar menurut pandangan teori behavioristik?
2.
Bagaimanakah teori-teori belajar menurut
para tokoh aliran behavioristik ?
3.
Bagaimanakah aplikasi teori behavioristik
dalam kegiatan pembelajaran ?
4.
Bagaimanakah implikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran?
5.
Apa tujuan pembelajaran teori behavioristik?
6.
Apa saja keunggulan dan kelemahan dari teori
belajar behavioristik?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
atau pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik.
2. Untuk
mengetahui pandangan para tokoh mengenai teori belajar behavioristik.
3. Untuk
mengetahui bagaimana aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Untuk
mengetahui bagaimana implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran.
5. Untuk
mengetahui tujuan pembelajaran teori behavioristik.
6. Untuk
mengetahui keunggulan dan kelemahan dari teori belajar behavioristik.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah
ini adalah :
1. Sebagai ajang berpikir kritis
tentang sinergitas antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi
riil di lapangan.
2. Bahan acuan bagi analisis Membangun
pola hubungan yang sinergis antara Mahasiswa dengan masayarakat
sekitar mengenai teori belajar behavioristik.
3. Meningkatkan pemahaman mahasiswa
mengenai pengertian, aplikasi, dan tujuan pembelajaran teori behavioristik sebagai
wujud penanaman karakter bangsa.
4. Memberikan
penjelasan kepada mahasiswa akan teori pembelajaran behavioristik sehingga
makalah ini dapat dijadikan referensi baik pada mahasiswa itu sendiri maupun
masyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Behavioristik
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku
yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum
behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise
sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah
manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin
mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.
Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari
hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo
Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan
bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan
mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang
erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu
proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment
menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh
para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement).
Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip-prinsip
teori behaviorisme, antara lain:
a.
Obyek psikologi adalah tingkah laku
b.
Semua bentuk tingkah laku di kembalikan
pada reflek
c.
Mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik, antara lain:
a)
Mementingkan
pengaruh lingkungan (environmentalistis)
b)
Mementingkan
bagian-bagian (elentaristis)
c)
Mementingkan
peranan reaksi (respon)
d)
Mementingkan
mekanisme terbentuknya hasil belajar
e)
Mementingkan
hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
f)
Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
g)
Ciri
khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.
2.2 Teori-Teori
Belajar Menurut Para Pakar Aliran Behavioristik
1.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkret, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkret yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi
kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori
Thorndike ini disebut pula sebagai
aliran Koneksionisme.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum
belajar sebagai berikut
:
a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap
suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering
tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat. Prinsip law of exercise adalah
koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi
lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hukum ini
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus
respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah
jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat
menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya,
suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan
tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike
juga menambahkan hukum lainnya
dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktivitas Berat Sebelah ( Prepotency
of Element), Hukum Respon by Analogy,
dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative
Shifting).
2.
Teori
Belajar Menurut Watson
Watson adalah seorang
tokoh beraliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respons yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati dan diukur. Dengan kata lain , walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah
seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman
empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa
hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa
yang akan terjadi setelah sesorang melakukan tindak belajar.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian
tentang belajar.
Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang yang dikembangkan oleh Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive)
dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam
bentuknya. Dalam
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya. Namun teori ini
masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di labolatorium.
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan
dengan kebutuhan dan pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Chark
dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik
perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan
respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul
sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus
yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah kebiasaan
dan perilaku seseorang.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun dapat
menunjukan kosepnya tentang
belajar secara lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku,
tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh- tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
memengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku
seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan
lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap
alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Teori
behavioristik banyak di kritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks sebab banyak hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau
belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekadar hubungan stimulus dan respon.
Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberikan
stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih
baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya,
ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alasan – alasan yang
mengacaukan hubungan
antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang
diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori
behavioristik tidak dapat menjawab hal- hal yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Seperti yang dikatakan
sebelumnya oleh tokoh Guthrie, bahwa hukuman memegang peranan yang sangat
penting dalam proses belajar. Namun tokoh Skinner tidak
sependapat dengan pendapat Guthrie. Tokoh Skinner beralasan sebagai berikut.
a.
Pengaruh
hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
b.
Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum ) bila hukuman berlangsung terlalu lama.
c.
Hukuman
membuat si terhukum mencari cara lain ( baik salah atau buruk ) agar ia
terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih percaya
kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak
pada bila hukuman harus diberikan ( sebagai stimulus ) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada, sedangkan penguat negatif ( sebagai stimulus ) harus dikurangi agar respon
yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu di hukum karena
melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka
hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika ada sesuatu yang tidak mengenakan siswa (sehingga ia melakukan
kesalahan) maka harus dikurangi dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk meperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat
negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif. Keduannya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu
ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respon.
Adapun beberapa prinsip belajar Skinner yakni sebagai
berikut:
a. Hasil belajar harus segera
diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan.
b. Proses belajar harus mengikuti irama
dari yang belajar.
c. Materi pelajaran yang digunakan
adalah sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran lebih
dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari adanya
hukuman
f. Dalam pembelajaran digunakan shaping.
2.3 Aplikasi dalam Pembelajaran
Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak
struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat di analisis
dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada
aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.4
Implikasi Teori Belajar Behavioristik
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya
dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada
jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk
metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi
bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia
yang dilahirkan. Bahkan behaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan
yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang
netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia.
Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka.
2.5
Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian
yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran
dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2.6 Keunggulan dan
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Keunggulan
Teori Behavioristik,
yaitu:
1.
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.
Membiasakan guru untuk bersikap jeli
dan peka pada situasi dan kondisi belajar
b) Kelemahan
Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah
sebagai berikut
:
1.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan
hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib
penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang
sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti
kata – kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada
siswa.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
2.
Pengertian belajar menurut para pakar
a)
Teori Belajar Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon.
b)
Teori Belajar Menurut Watson belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respons yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati dan diukur.
c)
Teori Belajar
Menurut Clark Hull, menggunakan variabel hubungan
antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar.
d)
Teori Belajar
Menurut Edwin Guthrie, ia mengemukakan bahwa stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis sebagaimana yang
dijelaskan oleh Chark dan Hull.
e)
Teori Belajar
Menurut Skinner, Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun dapat menunjukan kosepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.
3.
Aplikasi
dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
4.
Implikasi
Teori Belajar Behavioristik
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka.
5.
Tujuan
Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes.
6. Keunggulan dan Kelemahan Teori
Behavioristik
·
Keunggulan Teori Behavioristik, yaitu:
a.
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
b.
Membiasakan guru untuk bersikap jeli
dan peka pada situasi dan kondisi belajar
·
Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah
sebagai berikut
:
a.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru.
b.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib
penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang
sebagai cara belajar yang efektif.
3.2 Saran
Kami menyadari penyusunan dari makalah
ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Tuhan
Yang Maha Esa hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari
kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti
dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa di balik
ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu
yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://zidandemak.blogspot.com/2011/12/teori-belajar-behavioristik.html
http://muhammad-win-afgani.blogspot.com/2008/06/teori-belajar-aliran-behavioristik.html
http://psikologi.or.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/behaviorisme\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar