PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Guru
Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik
yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung
tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
Guru
indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan
sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu,
pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan
profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di
negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi
seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen
kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya
dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan
eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam
pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini
akan membahas bagaimana etika dan kode etik Guru profesional dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan visi yang telah ditetapkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan etika?
1.2.2 Apakah yang dimaksud
kode etik
profesi?
1.2.3 Apa yang menjadi tujuan
kode etik dalam profesi?
1.2.4 Bagaimanakah penetapan
kode etik profesi?
1.2.5 Bagaimanakah kode
etik Guru Indonesia?
1.2.6 Adakah sanksi apabila terjadi pelanggaran kode etik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui
pengertian etika.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian kode etik profesi.
1.3.3 Untuk mengetahui
tujuan kode etik profesi.
1.3.4 Untuk mengetahui
penetapan kode etik profesi.
1.3.5 Untuk mengetahui
kode etik Guru Indonesia.
1.3.6 Untuk mengetahui
sanksi pelanggaran kode etik profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Dalam pergaulan
hidup bermasyarakat diperlukan suatu sistem atau pedoman yang mengatur
bagaimana seharusnya manusia bargaul atau berhubungan antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Sistem pengaturan pergaulan tersebut dikenal dengan
sebutan sopan santun, tata krama, adat, dan lain-lain. Secara etismologis, kata
etika berasal dari bahasaa Yunani “ethos”,
yang artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (edisi keempat), etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika memuat
tentang apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang
baik, dan apa yang buruk. Dengan adanya etika perilaku-perilaku baik diatur
berdasarkan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
Etika
dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia
orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan
yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita, etika dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. Dengan demikian, etika
dapat diartikan sebagai kumpulan nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat
tertentu setelah melalui pengkajian secara kritis. Ada dua macam etika yang
harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia.
1.
Etika Deskriptif,
yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap
dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.
Etika Normatif, yaitu
etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan. Etika normatif dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Etika Umum, berbicara
mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan
dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2.
Etika Khusus,
merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa berwujud seperti bagaimana kita mengambil keputusan
dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang kita lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Penerapan itu juga
dapat berwujud sperti bagaimana kita menilai perilaku diri sendiri dan orang lain
dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis. Selain itu, penerapan lainnya adalah cara
bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua
bagian:
1)
Etika individual,
yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2)
Etika sosial, yaitu
berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika
individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling
berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis
terhadap pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab
umat manusia terhadap lingkungan hidup. Berikut adalah contoh etika sosial.
a.
Sikap terhadap sesama
b.
Etika profesi
c.
Etika politik
d.
Etika lingkungan
e.
Etika idiolog
Dengan demikian etika profesi merupakan
cabang dari etika khusus yang merupakan produk dari etika sosial.
Prinsip-prinsip
etika profesi
1.
Tanggung jawab. Etika
profesi harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan profesi dan hasilnya,
serta bertanggungjawab terhadap dampak dari profesi terhadap masyarakat.
2.
Keadilan. Etika
profesi dapat menjamin hak siapa saja.
3.
Otonomi. Setiap kaum
profesional memiliki dan diberi hak kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Namun, dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional dan tidak
mengganggu kepentingan umum.
4.
Integritas moral yang
tinggi. Komitmen pribadi yang tinggi menjadi keluhuran suatu profesi.
2.2 Kode Etik Profesi
Secara harfiah, kode etik adalah
sumber etika, aturan, sopan santun, atau suatu hal yang berhubungan dengan kesusilaan
dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1974
tentang pokok-pokok kepegawaian. Pasal 28 undang-undang ini dengan jelas
menyatakan bahwa “pegawai negeri sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasaan.” Dalam
penjelasan undang-undang tersbut dinyatakan bahwa dangan adanya kode etik ini,
pegawai negeri sipil sebagi aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat
mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan
tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dari uraian tersebut terlihat
bahwa kode etik profesi adalah norma-norma, pedoman sikap, tingkah laku yang
harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidup di masyarakat .
2.3 Tujuan Kode Etik Profesi
Pada dasarnya
tujuan merumuskan kode Etik dalam suatu
profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Menurut E. Mulyasa (2009: 44-45), secara umum tujuan
mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
a.
Untuk menjunjung
tinggi martabat profesi.
Dalam hal ini
kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat,
agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencermakan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik
juga sering kali disebut kode kehormatan.
b.
Untuk menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan
yang dimaksud yaitu meliputi kesejahteraan lahir (atau material) maupun
kesejahteraan batin ( spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan batin
para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
c.
Untuk meningkatkan
pengabdian para anggota profesi.
Tujuan lain
kode etik profesi dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
d.
Untuk meningkatkan
mutu profesi.
Untuk meningkatkan
mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.
Untuk meningkatkan
mutu organisasi profesi.
Untuk meningkatkan
mutu organisasi profesi, maka diwajibkan setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang di
rancang organisasi.
Dari uraian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik
adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota.menjadi pedoman perilaku, meningkatkan pengabdian
aggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
2.4 Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya
dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para
anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi
profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh
seorang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang
diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Maka
jelas bahwa orang-orang yang bukan dan tidak menjadi anggota profesi tersebut,
tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu
profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di
kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut
tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan
Apabila setiap
orang yang menjalankan profesi suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, Karena setiap anggota profesi
yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
2.5 Kode Etik Profesi Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia adalah
norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai
pedoman sikap dan perilaku dalam melaksakan tugas sebagai pendidik, anggota
masyarakat, dan warga negara. Adapun tujuan mengapa kode etik guru harus
ditaati, ialah agar:
1.
Para guru memiliki pedoman dalam
dalam bertingkah laku sebagai pendidik.
2.
Para guru dapat becermin diri
mengenai tingkah lakunya.
3.
Para guru dapat menjaga perilaku.
4.
Guru dengan cepat akan memperbaiki
diri apabila melakukan kesalahan.
5.
Agar guru menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat umum.
Kode etik guru Indonsia ditetapkan
dalam suatu kongres, yaitu kongres PGRI XIII di Jakarta pada tahun 1973,
kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta. Adapun
kode etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan adalah sebagai berikut.
Guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas
terwujdunya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
1.
Guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan
kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan
orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala kebijakan
Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Sebagai pernyataan kebulatan tekat
Guru Indonesia, pada kongres PGRI XVI yang diselenggarakan tanggal 3 sampai
dengan 8 Juli 1989 di jakarta ditetapkan adanya ikrar Guru Indonesia. Rumusan
ikrar Guru Indonesia tersebu berbunyi:
1.
Kami Guru Indonesia,
adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Kami Guru Indonesia,
adalah pengemban dan pelaksana cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang-Undang
Dasar1945.
3.
Kami Guru Indonesia, bertekad
bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.
Kami Guru Indonesia,
bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia,
membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5.
Kami Guru Indonesia,
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi
dalam pengabdian terhadap bangsa, negara, serta kemanusiaan.
Berkaitan hubungan guru dengan peserta didik, orang
tua/wali, masyarakat, sekolah, profesi, organisasi profesi, dan pemerintah,
maka dibuatlah nilai-nilai operasional yang harus dijalannkan oleh guru sebagai
berikut.
·
Hubungan Guru dengan Peserta Didik
1.
Guru berprilaku secara profesional
dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2.
Guru membimbing peserta didik untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai
individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
3.
Guru mengakui bahwa setiap peserta didik
memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas
layanan pembelajaran.
4.
Guru menghimpun informasi tentang
peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
5.
Guru secara perseorangan atau
bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang
efektif dan efisien bagi peserta didik.
6.
Guru menjalin hubungan dengan
peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari
tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
7.
Guru berusaha secara manusiawi untuk
mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi
peserta didik.
8.
Guru secara langsung mencurahkan
usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
9.
Guru menjunjung tinggi harga
diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta
didiknya.
10.
Guru bertindak dan memandang semua
tindakan peserta didiknya secara adil.
11.
Guru berperilaku taat asas kepada
hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
12.
Guru terpanggil hati nurani dan
moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya.
13.
Guru membuat usaha-usaha yang
rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat
proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
14.
Guru tidak membuka rahasia pribadi
peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
15.
Guru tidak menggunakan hubungan dan
tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar
norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
16.
Guru tidak menggunakan hubungan dan
tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
·
Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali
Murid
1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
- Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
- Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
- Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
- Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
- Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
- Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
·
Hubungan Guru dengan Masyarakat :
1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
- Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
- Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
- Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
- Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
- Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
- Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
- Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
·
Hubungan Guru dengan Sekolah dan
Rekan Sejawat
1.
Guru memelihara dan meningkatkan
kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
2.
Guru memotivasi diri dan rekan
sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
3.
Guru menciptakan suasana sekolah
yang kondusif.
4.
Guru menciptakan suasana kekeluargaan
di didalam dan luar sekolah.
5.
Guru menghormati rekan sejawat.
6.
Guru saling membimbing antar sesama
rekan sejawat.
7.
Guru menjunjung tinggi martabat
profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan
profesional.
8.
Guru dengan berbagai cara
harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan
memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
9.
Guru menerima otoritas kolega
seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan
tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
10.
Guru membasiskan-diri pada
nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional
dengan sejawat.
11.
Guru memiliki beban moral untuk
bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
12.
Guru mengoreksi tindakan-tindakan
sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan
martabat profesionalnya.
13.
Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru
berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
14.
Guru tidak melakukan tindakan
dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional
sejawatnya.
15.
Guru tidak mengoreksi
tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau
masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
16.
Guru tidak membuka rahasia pribadi
sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara
hukum.
17.
Guru tidak menciptakan kondisi atau
bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan
sejawat.
·
Hubungan Guru dengan Sejawat
1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
- Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
- Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
- Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
- Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
- Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
- Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
- Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
·
Hubungan Guru dengan Organisasi
Profesinyaa (sekolah):
- Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
- Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
- Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
- Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
- Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
- Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
- Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
- Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
·
Hubungan Guru dengan Pemerintah
- Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
- Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
- Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
- Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
2.6 Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Berikut adalah pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan jika ada guru yang
melanggar kode etik guru indonesia sesuai dengan kode etik guru
Indonesia bagian keempat tentang Pelaksanaan, Pelanggaran, dan
Sanksi.
Pasal 7
1.
Guru
dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
2.
Guru
dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia
kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
1.
Pelanggaran
adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia
dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
2.
Guru
yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
3.
Jenis
pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
1.
Pemberian
rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik
Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
2.
Pemberian
sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus objektif.
3.
Rekomendasi
Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4.
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang
melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
5.
Siapapun
yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib
melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau
pejabat yang berwenang.
6.
Setiap
pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi
profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Secara
etismologis, kata etika berasal dari bahasaa Yunani “ethos”, yang artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi keempat), etika
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Dari uraian tersebut terlihat bahwa kode etik profesi adalah
norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupya di masyarakat
3. Pada dasarnya tujuan merumuskan kode Etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan
kepentingan organisasi profesi itu sendiri
4. Kode
etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para anggotanya.
5. Pada umumnya sanksi pada pelanggaran kode etik
adalah sanksi moral.
6. Kode etik Guru Indonsia ditetapkan dalam
suatu kongres, yaitu kongres XIII di Jakarta pada tahun 1973, kemudian
disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta.
3.2
Saran
Dengan makalah kami ini, diharapkan pembaca mampu
memahami etika dan kode etik profesi sehingga hal-hal yang menyimpang atau
tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dapat dihindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar